Penyimpangan Keenam: Diwarisinya akidah Al-Banna (yaitu meremehkan syirik Uluhiyyah) oleh pengikutnya bahkan oleh para pemimpin dan penasehat mereka

Kesimpulan Umum Keenam:
Diwarisinya akidah Al-Banna (yaitu meremehkan syirik Uluhiyyah) oleh pengikutnya bahkan oleh para pemimpin dan penasehat mereka; Mushthafa As-Siba'i, Sa'id Hawwa, Umar At-Tilmisani dan lainnya


Berikut penjelasannya:
Adapun Mushthafa As-Siba'i -mursyid umum Al-Ikhwan di Suriah- pernah berkata dalam sebuah qashidah yang dia susun dalam Ar-Raudhatun Nadiyyah (sebagaimana yang dia katakan), lalu dia membacanya di depan kamar sebelum berhaji dan sepulangnya, berjudul Munajat baina Yadai Al-Habibil A'Zham, di antara yang dia katakan padanya 102):

Wahai nahkoda perjalanan ke arah Al-Bait dan Al-Haram
Dan ke arah Thibah (Madinah) yang menginginkan Pemimpin seluruh umat shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kalau upayamu menuju Al-Mukhtar shallallahu ‘alaihi wa sallam nafilah
Maka upaya semisalku adalah wajib bagi para pemilik cita-cita
Wahai Pemimpinku! Wahai Kekasih Allah! Saya telah datang ke
ambang pintumu mengaduh parahnya penyakitku
Wahai Pemimpinku! Telah memuncak penyakit ini dijasadku
sebab parahnya sakit, maka saya tidak terlena dan tidak pula dapat tidur
(……………….hingga akhir)

Tanggapan atas bait-bait ini:
  1. Dia menganggap perjalanannya menuju kubur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kewajiban, ini adalah bid'ah dalam Dien, sebab perjalanan jauh tidak boleh dilakukan kecuali menuju masjid Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
  2. Dia menetapkan suatu hukum yang tidak sesuai dengan syari'at dengan menjadikan hal itu sebagai suatu kewajiban. Merupakan perkataan dalam syari'at Allah ‘Azza wa Jalla tanpa dalil bahkan sekedar hawa nafsu.
  3. Dia beristighatsah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyeru Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebutkan bahwa dirinya datang dari jauh yang berjarak perjalanan sebulan (dari Suriah ke Madinah Munawwarah) dalam keadaan mengaduh, beristighatsah dan memohon perlindungan. Sungguh ini adalah bencana besar, syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam. Kenapakah dia tidak mengadu kepada Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri yang tidak mengantuk dan tidak tidur?!

    Tidakkah dia mau mengungkapkan kesusahannya kepada Siapa yang telah menurunkan dan menakdirkan kesusahan itu, dimana Dialah yang sanggup untuk menghilangkannya kapan saja Dia ‘Azza wa Jalla berkehendak?!

    Kalau seperti ini keadaan para penasehat manhaj ini, maka bagaimanakah sangkaanmu akan keadaan pengikutnya, sedangkan yang belum ditulis jauh lebih banyak dibandingkan dengan apa yang sudah ditulis. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Adapun Sa'id Hawwa: Dia telah menyebutkan di dalam bukunya Tarbiyyatuna Ar-Ruhiyyah pujian untuk Tarekat Ar-Rifa'iyyah dan berprasangka bahwa para pengikutnya mempunyai banyak keramat di antaranya; seseorang dari mereka ditikamkan dengan pedang dari punggung hingga menembus dada dan setelah itu dicabut kembali namun tidak mengalami apa-apa. Seolah Sa'id berkeyakinan bahwa mereka itu lebih afdhal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah dipukul topeng bajanya maka dua besinya menusuk pipi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mengalirlah darah dari wajah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika itu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Bagaimana akan selamat suatu kaum yang mengucurkan darah dari wajah Nabi mereka".

Sa'id juga menyangka bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah mendinginkan api bagi pengikut tarekat Ar-Rifa'iyyah sehingga api tidak membakar mereka. Ini adalah bagian dari sihir dan sulap bathil, sementara dia menyangka semua itu termasuk keramat yang dimiliki oleh Syaikh mereka Si Pendusta, Zindiq Ahmad Ar-Rifa'i yang berkata berdasarkan nukilan darinya: "Sayalah tempat kembali orang-orang yang terputus, Sayalah tempat kembali semua kambing yang pincang yang terputus jalanannya, sayalah syaikhnya orang-orang yang lemah, saya syaikh-nya siapa yang tidak punya syaikh sehingga syaitan tidak akan menjadi syaikh walau terhadap seorangpun dari umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Telah diambil sumpahku secara umum untuk menjadi wakil Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga Hari Kiamat. Arsy kiblat cita-cita, Ka'bah kiblat semua dahi, sedangkan Ahmad -maksudnya: dirinya- kiblat semua hati." 103)

Saya katakan: Kezindiqan apa yang lebih hebat dari ini?! Kebohongan apa yang lebih besar dari kepalsuan ini?! Syirik apa yang lebih dahsyat dari syirik ini?! Apakah kamu hai Rifa'i kiblatnya semua hati, lalu apa yang kamu sisakan untuk Allah ‘Azza wa Jalla?! Tidakkah engkau mendengar firman Allah ‘Azza wa Jalla:
 
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?" (QS. An-Naml: 62)

Ini adalah kekafiran terbesar dan kesyirikan yang paling hebat, kesyirikan yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Sedangkan siapa saja yang tidak mengkafirkan orang kafir yang terang-terangan dalam kekafirannya maka dia juga kafir.

Betapa banyak kejadian semacam ini dalam barisan kaum sufi yang menyimpang, pengakuan dusta terhadap hak Allah ‘Azza wa Jalla dan tidak beradab terhadap-Nya ‘Azza wa Jalla, maka mereka akan mendapatkan murka Allah ‘Azza wa Jalla yang pantas atas mereka. Lebih dahsyat lagi dari keburukan ini, apa yang dinukilkan oleh penulis Al-Kasyfu an Haqiqatish Shufiyyah li Awwali Marrah fit Tarikh tentang Ahmad Rifa'i Al-Ghauts 104)

Serta bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mengekalkan keramat ini pada semua pengikut yang bergabung dengannya, baik shaleh atau thaleh (jahat).

Maka bertakwalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla kalian semua yang mengekor pada Al-Ikhwan, bergabung dengan manhaj mereka dan membelanya!! Di manakah wala' dan bara' kalian untuk Allah ‘Azza wa Jalla dan di jalan-Nya ‘Azza wa Jalla ?! Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah memerintahkan kita untuk berlepas diri dari ahli kebathilan sekalipun mereka itu orang yang paling dekat kepada kita, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (QS. At-Taubah: 23-24)

Wahai kalian yang tumbuh dengan air susu tauhid dan mendapatkan gizi pelajaran tauhid di semua jenjang pendidikan, apakah kalian akan menjual kebenaran yang kalian tumbuh di atasnya dengan kebathilan yang Allah Maha Tahu tentang keadaan pengikutnya?! Sesungguhnya sekalipun dihiasi dan diperindah dengan segala macam hiasan maka kebathilan tetap saja bathil.

Jadi, dakwah mana saja yang berdiri untuk memerangi kemungkaran dan menetapkan yang halal -menurut sangkaan bodohnya namun di sisi lain dia meninggalkan pondasi bangunan iman dan asas tegaknya akidah, maka mau tidak mau, suka tidak suka dakwahnya itu adalah bathil, sama saja dia menerima ataupun menolak dikatakan demikian.

Penjelasan: Dakwah mengajak untuk meninggalkan zina, riba dan minum-minuman keras semuanya adalah dakwah kepada kebenaran, namun hal itu harus dilakukan setelah dia membenarkan akidah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Mekkah selama sepuluh tahun dan tidak mengajak kecuali kepada tauhid, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan kepada kaumnya "Katakanlah Laa ilaaha illallaah, maka kalian akan beruntung! Katakanlah Laa ilaaha illallaah, sebuah kalimat yang akan membuat seluruh bangsa Arab patuh kepada kalian dan kalian akan menguasai dengannya bangsa 'Ajam", maka kaum Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
 
"Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (QS. Shad: 5)

Sesudah sempurna sepuluh tahun, maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dimi’rajkan ke langit dan diwajibkan atasnya shalat lima waktu. Namun hingga Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, ditetapkan fardhu-fardhu, disyari'atkan hukum-hukum serta dijelaskan yang halal dan haram, namun dakwah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah dimulai kecuali dengan tauhid terlebih dahulu.

Sebagaimana tersebut dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu'adz radhiyallahu ‘anhu ke Yaman. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: "Sesungguhnya kamu akan mendatangi kaum dari Ahli Kitab, maka hendaklah awal yang engkau dakwahkan kepada mereka ialah Syahadat Laa ilaaha illallaah dan Muhammad Rasulullah. Kalau mereka menaatimu dalam urusan itu, maka ajarkanlah mereka bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam………" (Al-Hadits)

Maka siapa saja yang mendiamkan orang-orang yang thawaf di kubur, memanggil-manggil penghuni kubur setiap kali mengalami kesusahan, menyembelih untuknya, beristighatsah dengan mereka serta bernadzar untuknya, berdakwah mengajak orang-orang untuk meninggalkan dosa-dosa besar tanpa menyinggung kesyirikan yang mereka lakukan dengan keyakinan bahwa pelakunya tidaklah melakukan kemungkaran, maka sang da'i telah mengerjakan kemungkaran yang lebih dahsyat dari semua kemungkaran yang dia ceramahkan agar ditinggalkan oleh orang-orang. Maka kami menanyakan kepada orang-orang yang menganggap dirinya berdakwah menuju Allah ‘Azza wa Jalla dengan semua pertanyaan di bawah ini, lalu kami mengharapkan agar mereka menjawabnya dengan tegas. Kalau mereka tidak melakukannya dan tidak mau kembali kepada kebenaran maka Allah ‘Azza wa Jalla -lah tempat kita bertemu dengan mereka.
  1. Apakah yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar kubur Husein, Sayyidah Zainab, Badawi dan selainnya berupa berdoa kepada penghuni kubur itu, beristighatsah kepada mereka untuk mendapatkan kemanfaatan dan menolak kemudharat-an, menyembelih untuknya, bernadzar untuknya dan Iain-Iain -apakah itu mempersekutukan Allah ‘Azza wa Jalla atau tidak?!

  2. Kalau itu bukan syirik, maka syirik manakah yang menjadi sebab para rasul diutus dengan perintah untuk memeranginya, diturunkan kitab-kitab, dihunus pedang dari sarungnya, serta diciptakan surga dan neraka?!

  3. Sama ataukah tidak seorang yang berdoa kepada patung yang diukir dari kayu, batu atau lainnya dalam rupa seorang wali, dengan orang yang berdoa kepada wali itu sendiri atau sujud kepadanya, thawaf di kuburnya dan memanggil namanya?!

  4. Seorang dai yang mengajak manusia untuk beribadah dengan berdzikir, melakukan amalan-amalan sunnah dan meninggalkan berbagai kemungkaran (selain syirik), sementara mereka tenggelam dalam kesyirikan, apakah da'i ini benar atau salah?!

  5. Apakah dakwah tersebut sejalan dengan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah menyelisihinya?! Kalau kalian menjawab "Sejalan", maka datangkanlah dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyambut seseorang sebagai muslim sedangkan orang itu tidak mengkafiri semua yang di-sembah selain Allah ‘Azza wa Jalla! Demi Allah, kalian tidak akan mendapatkannya, kalian tidak akan mendapatkan kecuali sesuatu yang memangkas habis para peribadah kubur di depan mata.
Kalau kalian menjawab bahwa dakwah kalian telah menyalahi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kalian tertuntut wajib untuk memilih salah satu dari dua perkara lalu kalian mengikutinya dengan amalan nyata:
  • Apakah dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seluruh rasul ‘alaihimus sallam itulah kebenaran yang tidak ada keraguan terhadapnya dan tidak ada celah untuk melenceng darinya, sebab sesungguhnya mereka berjalan dalam dakwah berdasarkan wahyu dan perintah Allah ‘Azza wa Jalla, sebagaimana yang Dia ‘Azza wa Jalla tetapkan dalam Kitab-Nya:

    "Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku"."(QS. Al-Anbiya': 25)

  • Ataukah kalian akan berkata bahwa dakwah selainnyalah yaug benar sedangkan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah salah, maka saya tidak berpandangan bahwa ada seseorang yang ber-intima' kepada syari'at Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (yakni masih mengaku muslim) akan sanggup berkata seperti ini, sebab kalau dia berani mengatakannya maka dia dipastikan telah kafir.
Terakhir: Saya akan menukilkan kalimat Sa'id Hawwa dari buku Tarbiyyatuna Ar-Ruuhiyyah 105) karangannya. la mengatakan:

"Seorang Nashrani pernah bercerita kepada saya suatu kejadian yang dia alami sendiri dan masyhur diketahui bersama. Allah ‘Azza wa Jalla mempertemukanku dengannya setelah sampai beritanya kepadaku melalui orang lain. Dia pernah menghadiri halaqah dzikir lalu salah seorang yang hadir menikam punggungnya dengan pedang hingga menembus dadanya dan dia memegangnya, setelah itu pedang ditarik tanpa meninggalkan bekas dan rasa sakit apapun.

Sesungguhnya apa yang terjadi pada berbagai tingkatan generasi Tarekat Ar-Rifa'iyyah termasuk fadhilah terbesar yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada umat ini, sebab siapa yang menyaksikannya maka telah tegak hujjah atasnya dalam bentuk yang jelas tentang mu'jizat para nabi ‘alaihimus sallam dan keramat para wali. Siapa yang melihat salah seorang umat Islam memegang api sementara api itu tidak menimbulkan apa-apa pada dirinya, bagaimana mungkin dia akan menganggap aneh tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam dilemparkan ke api (namun tidak menimbulkan apa-apa)?! Siapa yang melihat sebilah pedang menembus punggung salah seorang umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ditusukkan dari dadanya lalu dicabut tanpa menimbulkan bekas dan mudharat, apakah dia akan menganggap aneh kejadian semisalnya?! Yakni kejadian dibelahnya dada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tema ini sangat penting, kita tidak boleh menyikapinya dengan sikap zhalim terhadap kedudukannya dalam menegakkan hujjali untuk Dinullah dalam kejadian yang semisal dengannya. Alasan terbesar dari orang yang mengingkari hal ini ialah: "Kejadian-kejadian di Iuar kebiasaan ini juga terjadi pada orang-orang fasik sebagaimana terjadi pada orang-orang shalih". Ini benar, tapi menunjukkan bahwa: Keramat yang dimiliki oleh Syaikh pertama ini (syaikh yang dimuliakan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dengan keramat tersebut lalu berlanjut dimiliki juga oleh para pengikutnya) adalah bagian kemu'jizatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni keramat bagi Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i." (selesai ucapan Said Hawwa)

Saya katakan kepada Syaikh Sa'id:
  1. Sumbermu terpercaya sebab datang dari seorang Nashrani!!

  2. Apakah majlis dzikir sufi mempunyai sandaran dari syari'at Allah ‘Azza wa Jalla dan amalan Salaf radhiyallahu 'anhum.

  3. Apakah berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan cara yang Allah ‘Azza wa Jalla syari'atkan melalui lisan Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh dijadikan jalan sihir dan sulap? Ataukah itu adalah dzikir bid'ah kalian wahai penganut tarekat sufi?!

  4. Sesungguhnya mu'jizat para nabi ‘alaihimus sallam itu terjaga, kaum muslimin tidak butuh untuk meyakininya melalui sulapan, perbuatan hina kaum zindiq dan khayalan para pendusta.

  5. Di Yaman ada orang-orang rendahan yang tidak shalat tidak pula berpuasa yang digelari 'ahli debus'. Mereka menusuk sebelah bawah matanya dengan lonceng hingga tertancap besinya dan dibiarkan menggantung sendiri di bawah matanya, demikian yang diperlihatkan kepada penonton sambil memegang banyak ular di tangannya. Apakah dengan menusuk matanya itu mereka tergolong memiliki karamah sementara mereka juga mengatakan telah menusuk lautan Ibnu Ulwan penghuni sebuah kuburan di Yaman?!

    Bertakwalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla hai Sa'id! Beginikah Islam yang engkau sangka dirimu telah mendakwahkannya di dalam karangan-karanganmu.

  6. Tampak dari uslub kalimatmu bahwa engkau hendak menjadikan kelihaian palsu sufi sebagai bukti kebenaran terjadinya pembelahan dada juga memegang api sebagai bukti kebenaran Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan api dingin dan keselamatan bagi Ibrahim ‘alaihis sallam. Ini memberikan konsekwensi bahwa kamu menjadikan kehebatan palsu sufi dan khayalan sihir mereka sebagai pokok, sedangkan mu'jizat para rasul sebagai cabangnya, karena hanya pokok yang dijadikan bukti bagi cabang.
Kami katakan padamu: Pahamilah kalau engkau belum faham bahwasanya mu'jizat para rasul didukung oleh kekuasaan ketuhanan yang dibangun di atasnya akidah keimanan, sedangkan kelihaian palsu sufi itu disepuh dengan gerak langkah syaitan sehingga tersesatlah dengannya siapa yang dikehendaki oleh Allah ‘Azza wa Jalla kesesatan baginya dan ditetapkan kesengsaraan, Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'un.

Ya Allah! Peliharalah kami dengan karuniamu dari kesesatan orang-orang yang sesat, berilah kami taufik dengan rahmat-Mu ke jalan orang-orang yang mendapatkan hidayah, serta lindungilah kami dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, wahai Rabb alam buana!!

Adapun Umar At-Tilmisani, telah dinukilkan bahwa dia menyatakan di dalam bukunya Syahidul Mihrab Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu 106):

"Sebagian orang berkata "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah memohonkan ampunan untuk mereka ketika mereka mendatangi Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sewaktu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup saja". Saya kurang mengerti apa sebab mereka membatasi ayat ini dengan doa permohonan ampunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau masih hidup saja, padahal tidak ada yang menunjukkan pembatasan dalam ayat tersebut?!))

Jadi, At-Tilmisani menganggap boleh berdoa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta ampunannya sepeninggal Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dia juga mengatakan 107):
"Oleh karena itu nampaknya saya cenderung memilih pendapat pihak yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat memohonkan ampunan saat Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup dan setelah wafatnya bagi orang yang mendatangi Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan maksud mendapatkan kelapangan dan kedermawanannya)).

Sesudah itu dia katakan pada halaman yang sama:
"Jika demikian, maka tidak ada alasan untuk bersikap keras mengingkari orang-orang yang meyakini keramat para wali, mendatangi mereka di kuburnya yang suci, dan berdoa di sana ketika susah dan keramat para wali termasuk bukti mu'jizat para nabi."

Dia juga mengatakan 108):
"Kita tidak ambil pusing dengan orang-orang yang menjunjung, para wali Allah ‘Azza wa Jalla, peziarahnya dan orang-orang yang berdoa di kuburan mereka.))

Al-Ajami (semoga Allah ‘Azza wa Jalla memeliharanya) memberi komentar: "Tidak tertinggal satupun kesyirikan kubur melainkan telah dihalalkan oleh Penasehat Umum Ikhwanul Muslimin dengan kata-katanya Ini."109)

Saya katakan: Kalau keadaan para penasehat dan cendikiawan manhaj Al-Ikhwan ini demikian, maka coba anda bayangkan bagaimana dengan pengikutnya??

Jika seperti ini yang sempat tertulis, maka bagaimana dengan yang belum tertuliskan??


Apakah masuk akal, seorang menyangka dirinya berakidah tauhid sementara dia memberikan loyalitasnya kepada siapa yang menghalalkan syirik akbar (syirik besar), dan sebaliknya marah serta memperingatkan orang-orang agar menjauhi para pembela akidah tauhid??

Saya telah mendengar sebuah kabar, jika itu benar maka sungguh ini adalah bencana dahsyat. Saya mendengar seorang pengikut manhaj kontemporer membeli semua kitab yang mengkritik manhaj mereka dalam jumlah yang sangat banyak lalu mereka membakarnya.

Kalau benar demikian, maka ini benar-benar perkara yang buruk dan saya khawatirkan kemurtadan atas pelakunya, sebab siapa yang membakar kitab tauhid, yakni kitab yang membela akidah tauhid dan membantah kaum musyrikin serta menjelaskan keburukan akidah mereka, sungguh perbuatannya itu telah ternilai sebagai memperjuangkan keberhalaan dan memerangi akidah tauhid, Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.

Selanjutnya Al-Ajami menyatakan dalam kitabnya Al-Waqafat (semoga Allah ‘Azza wa Jalla membalasinya dengan kebaikan):

"Tentunya At-Tilmisani mengetahui bahwa pada kuburan-kuburan yang ada di Mesir -sebuah negara dimana buku Syahidul Mihrab Umar bin Al-Khaththab terbit dari sana serta Umar At-Tilmisani sebagai Mursyid Umum di sana- telah dilakukan syirik terbesar yang pernah dikenal oleh bumi; kuburan dithawafi oleh orang-orang dan dimohon darinya semua yang dimohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebab para penghuninya (dianggap sebagai) wali.

Sesungguhnya banyak di antara mereka (yang dianggap sebagai wali itu) adalah golongan orang-orang zindiq yang menyimpang misalnya; Sayyid Al-Badawi seorang da'i Al-Fathimi yang tidak pernah menghadiri shalat (jama'ah) sama sekali. Juga kelompok sufi sesat misalnya; Asy-Syazali, Ad-Dasuqi, Al-Qanawi dan selainnya di berbagai tempat.))

Saya katakan: Berdoa kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla adalah syirik besar siapapun yang diseru, apakah malaikat yang, dekat dengan Allah ‘Azza wa Jalla, nabi dan rasul, atau siapa saja, semuanya adalah perbuatan mempersekutukan Allah ‘Azza wa Jalla yang membatalkan keislaman ……..

Lalu Al-Ajami meneruskan:
"Itukah wali-wali mereka?! Itulah kubur yang diseru oleh Mursyid Umum Ikhwanul Muslimin yang juga pernah berkata 110) dengan pernyataannya: "Kalau demikian keinginan, cinta dan ketergantunganku kepada para wali Allah kalau demikianlah perasaanku yang melimpah ruah dengan ketenangan dan keelokan sewaktu berziarah dan berada di sisi mereka, sesungguhnya ia tidak mencacatkan akidah tauhid -demikian?!-, Sesungguhnya saya tidak mengajak untuk menghadap kepada dzatnya dan seluruh urusan ini dari awal hingga akhirnya adalah urusan menikmati. Lalu saya katakan kepada orang-orang yang keras mengingkari: Pelan-pelan, tidak ada kesyirikan dalam perkara ini, keberhalaan dan pengingkaran terhadap Ilah."

Al-Ajami mengatakan: Apalagi yang tersisa sesudah diremehkannya perkara tauhid dan akidah ini, sampai-sampai dia menjadikan berdoa kepada mayat ketika susah sebagai kenikmatan yang tidak ada kesyirikan padanya ataupun keberhalaan, inilah prasangka Mursyid Umum Ikhwanul Muslimin……. (Selanjutnya:) Apakah manhaj akidah Ikhwani yang melahirkan semacam At-Tilmisani adalah manhaj Salaf tanpa diragukan lagi?! Apakah sebuah jama'ah yang rela barisannya dipimpin oleh Mursyid Umum yang berkata seperti ini bisa dikatakan jama'ah Salafiyah?! Kecelakaan bagi jama'ah salafiyah kalau alumnusnya seperti ini demikian pula tokoh, mursyid dan pemimpinnya.))

Saya katakan: Semoga Allah ‘Azza wa Jalla membalasimu dengan kebajikan wahai Ajami dan memberikan sebaik-baik balasan bagi semua yang memperjuangkan akidah tauhid dengan kalimat yang diucapkannya atau huruf-huruf yang ditulisnya.

___________________


[Dari : Al Mauridu Al'Adzbi Az-Zalaal Fiima Untuqida 'Alaa Ba'dli Al-Manahij Ad-Da'awiyah Min Al-'Aqaaid wa Al-A'mal; Penulis: Syaikh Al-Allamah Ahmad bin Yahya bin Muhammad An-Najmi hafizhahullah; Resensi dan Pujian: Shahibul Fadhilah Asy-Syaikh Al-'Allamah Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah - Fadhilatusy Syaikh Rabi' bin Hadi Umair Al-Madkhali hafizhahullah; Edisi Indonesia: Mengenal Tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin; Halaman: 223-235; Penerjemah: Muhammad Fuad Qawam, Lc.; Cetakan Pertama: Sya'ban 1426 H/ September 2005M; Penerbit: Cahaya Tauhid Press, Malang]

0 komentar: