MUQADDIMAH

Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, Shalawat dan salam bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, para shahabat, dan siapa saja yang mengikuti hidayah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang berfirman:

"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik benci." (Ash-Shaff : 9)

Benarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia ketika bersabda: "Senantiasa ada dari umatku yang tampil di atas kebenaran, tidak memudlaratkan mereka siapa yang menelantarkan mereka sampai datang keputusan Allah sedangkan mereka tetap demikian." (HR. Muslim no. 1920)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan berita gembira dan peringatan. Di antara yang diperingatkannya, sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Saya hanya khawatir atas umatku, para imam yang menyesatkan." (HR. Abu Dawud 2/203, Ad-Darimi 1/70 dan 2/311, At-Tirmidzi 3/231 At-Tuhfah, serta Ahmad 5/178)

Juga di antara yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam peringatkan dalam kalimat hadits tentang Dajjal, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Selain Dajjal yang lebih menakutkankn atas kalian." (HR. Muslim 2137)

Jenis-jenis ini lebih membahayakan Islam dibandingkan Dajjal dan musuh-musuh Islam lainnya yang nampak jelas. Mereka tidaklah memerangi Islam secara terang-terangan, namun justru menampakkan diri sebagai muslim dan mengusung slogan-slogan yang berkilau menarik hati. Namun di balik itu dia sembunyikan racun mematikan sekaligus maut. Sesuatu yang disayangkan.... Sangat disayangkan bahwa jenis-jenis ini merangkul banyak pengikut dan tentara pembela, di mana mereka mengagungkannya dengan seagung-agungnya hingga memosisikannya dalam sebuah singgasana yang kebal kritik, meski demikian jauhnya jenis-jenis ini berada dalam kesesatan dan penyimpangan. Juga menyebabkan mereka memandang remeh pelanggaran-pelanggaran maha besar lagi dahsyat yang dimunculkannya, hingga semua perkara itu menjadi lebih halus dari bulu kulit, walau sebenarnya lebih besar dari gunung-gunung yang kokoh. Akhirnya tepatlah mereka terkena perkataan Anas radhiyallahu ‘anhu:
"Sungguh kalian melakukan perbuatan yang dalam pandangan kalian lebih halus daripada bulu kulit, padahal di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kami menilainya sebagai yang membinasakan."

Andaikan Anas dan para shahabatnya yang cerdas hidup (di masa kini) sehingga melihat jenis ini dan mengetahui keadaan realitanya, maka beliau-beliau akan menganggap apa yang telah mereka (ingkari pada masanya serta mereka) nilai sebagai yang membinasakan itu sangat kecil (jika dibandingkan dengan kesesatan modern). Sungguh beliau-beliau akan melihat perbedaan yang demikian mengejutkan antara realitas masa beliau dengan realitas jenis ini. Sehingga bisa jadi banyak dari mereka akan lari ke atas gunung-gunung dan lembah-lembahnya.

Sesungguhnya demi Allah, kenyataan yang pahit benar-benar telah terjadi, sesungguhnya perkara ini persis sebagaimana yang digambarkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala:

"Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (Al-Hajj : 46)

Kita berlindung kepada Allah dari realita mereka, kita benar-benar tunduk memohon kepada Allah untuk memberikan keselamatan bagi kaum muslimin dari bala' ini, serta semoga Dia subhanahu wa ta’ala mengambil kuduk orang yang tertimpa bala' ini untuk dibawa kepada kebenaran dan hidayah.

Di antara bala' yang diuji dengannya kaum muslimin di masa ini ialah buku-buku dan manhaj (pedoman) yang diletakkan oleh Sayyid Quthb. la laris di tengah-tengah mereka serta dipropagandakan, sedangkan hati dan mata mereka buta, sehingga mereka tidak mengenali bahayanya yang membinasakan dan kemudaratannya yang menghancurkan. Termasuk yang paling berbahaya di antara buku-bukunya itu: At-Tashwirul Fanniy fil Qur'an (Visualisasi Seni dalam AI-Qur'an), di mana buku ini demikian dikagumi banyak orang yang buta mata hatinya. Lantas Sayyid Quthb terperdaya dengan kekaguman orang-orang yang buta mata hatinya lagi hina ini hingga dia pun merasa tersanjung, kemudian dengan penuh kebanggaan berkata di penutup bukunya Tashwirul Fanniy fil Qur'an hal. 253:

((Sejak tujuh tahun lalu terbit cetakan pertama buku ini, saya memuji Allah subhanahu wa ta’ala bahwa ia (bukunya) meraih taufiq sehingga mendapatkan sambutan di tengah-tengah kesusastraan, keilmiahan, dan keagamaan secara menyeluruh dengan sambutan baik, yang tidak lain menggarisbawahi:

 Agama tidaklah berhenti di hadapan jalan pembahasan kesenian dan keilmiahan yang meliputi semua kesakralannya, dengan cakupan yang terlepas dari semua ikatan.
 Pembahasan keindahan seni dan keilmiahan tidaklah menabrak dan mencoreng Dien, selama niat itu ikhlas serta terlepas dari bualan dan slogan kosong.
 Kebebasan berpikir tidaklah berarti bersikap antipati terhadap Dien sebagaimana yang difahami oleh sebagian orang yang ikut-ikutan dalam kebebasan.))

Sayyid Quthb telah menjadikan sambutan baik -menurut prasangkanya- di tengah-tengah hal yang dia sebutkan, sebagai bukti bahwa Dien tidaklah berhenti di hadapan jalan pembahasan keindahan seni dan keilmiahan [1] yang meliputi semua kesakralannya dengan cakupan yang terlepas dari semua ikatan. Seorang yang berakal tentu meragukan orang-orang yang menyambut bukunya dengan sambutan semacam ini. Yang mungkin hanyalah: mereka adalah orang-orang bodoh atau orang-orang yang bebas lepas dari urusan Dien sebagaimana kebebasannya yang telah dia akui sendiri sewaktu menulis bukunya ini.

Kami katakan kepada Sayyid Quthb: Maka apakah yang tersisa dari semua kesakralan (kesucian) itu jikalau ia dikungkung oleh pembahasan seni dan keilmiahan yang terlepas dari semua ikatan?! Bagaimana mungkin dia tidak membentur segala kesucian agama serta mencoreng kedudukannya, sementara dia dalam bahasan ini telah terlepas dari semua ikatan, sehingga tidak ada aqidah yang memagari dan mengikatnya, tidak ada adab, penghormatan, pemuliaan, dan mengagungkan kesucian agama/dien?!

Inilah Sayyid Quthb yang menegaskan sendiri di penutup buku ini: "Saya dengan terang-terangan menegaskan hakikat yang terakhir ini, serta gamblang saya tegaskan bersamanya, bahwa sesungguhnya saya, dalam persoalan ini, tidak tunduk pada suatu aqidah keagamaan yang mengikat pikiranku dari pemahaman." (At-Tashwirul Fanniy hal. 255)

Asy-Syaikh Rabi' berkata : Demi Allah, dia telah melakukan banyak hal atas nama kebebasannya itu, betapapun dia menyangkakan untuk dirinya berbagai sangkaan dan juga betapapun selainnya mendugakan baginya segala dugaan.

Sesungguhnya aqidah Islam tidaklah membelenggu akal dan pikiran, bahkan aqidah Islam:
1. Memperlihatkan akal dengan sangat jelas dan mengarahkannya secara benar kepada (sikap) menghormati kebenaran dan mengupayakan menggapai yang hakiki dengan teliti, tenang, dan adab.
2. Melepaskannya dari ikatan khurafat, warisan kepercayaan, dan aqidah keyakinan yang rusak, di mana jatuh kedalamnya Sayyid Quthb dan orang-orang semisalnya.
3. Aqidah Islam memutus segala belenggu dan rantai pengikat hal-hal di atas.
4. Aqidah Islam menempatkan bagi akal batasan-batasan yang tidak boleh dilampauinya.

Berbeda dengan gambaran Sayyid Quthb tentang aqidah Islam, di mana Ahmad Muhammad Jamal telah membantah ajaran yang dia serukan dalam 15 persoalan dalam kitabnya Maa'idah Al-Qur'an hal. 50-51. Di antara perkara yang beliau bantah atas Sayyid Quthb: Pengingkarannya akan keyakinan bahwa kaum mukmin akan melihat Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau katakan di pembukaan debat ini:

{"Hal pertama yang hendak aku bantah pengarang tentangnya ialah perbuatannya yang terus-menerus mempropagandakan dan mendengung-dengungkan di dalam beberapa tempat pada bukunya, bahwa dia -misalnya- tidaklah memikirkan pemikiran ini, tidaklah tergambar baginya gambaran ini, atau tidaklah berpegang dengan sikap ini bukan disebabkan dia seorang agamis yang aqidah agamanya membelenggunya dari pemahaman dan pengkajian. Akan tetapi, semata karena dirinya seorang pemikir yang menghargai pikirannya."}

Saya tidak mau ikut campur dalam apa yang terjadi antara Sayyid Quthb dengan sanjungannya terhadap pemikiran dan pekerjaannya, selalu dengan (gemboran) bisikan pemikiran ini ke dalam seluruh pendapatnya. Hanya saja, saya hendak turun tangan terhadap luka perasaan yang ditimbulkan oleh sanjungan yang tidak tahu malu dan berbangga ini, bahwa aqidah Islam (yang tidak dianggap oleh pengarang dalam pekerjaannya, untuk menetapkan bahwa yang teranggap baginya hanyalah pemikirannya sendiri dalam pekerjaannya itu) menghalangi antara pemahaman yang dalam dan pembahasan yang bebas dalam upaya mencapai hasil pendapat yang masuk akal lagi dapat diterima, apakah persoalannya demikian, wahai ustadz Sayyid?!

Saya sendiri juga menyayangkan Ahmad Muhammad Jamal. Meskipun ia telah mendebat beberapa kesalahan Sayyid Quthb pada buku Al-Masyahid tapi tidak sempurna itu, dikarenakan bersamaan dengan itu ia mengungkapkan kekagumannya pada buku At-Tashwirul Fanniy dan pengarangnya. Saya tidak tahu apakah sebab-sebab yang telah mendorongnya kepada kekaguman ini, terlebih lagi bahwa buku At-Tashwirul Fanniy terkandung di dalamnya banyak kesesatan yang mengecilkan kesesatan yang terdapat dalam buku Al-Masyahid. Bisa jadi dia belum membaca semua kesesatan ini. Saya yakin jika dia membacanya maka tentu dia akan mendebat Sayyid Quthb atau bagian-bagian yang terpenting darinya, hanya Allah subhanahu wa ta’ala satu-satunya yang Maha Tahu tentang para hamba-Nya.
________________________

[1] Ucapan Sayyid: “Din tidaklah berhenti di hadapan jalan pembahasan keindahan seni dan keilmiahan”, maknanya: Dien/ agama bukan anti kesenian dan keilmiahan, wallahu a’lam (-pent.)

[Dari: Nadzaraat fii Kitaabi At-Tashwiir Al-Fanniy fil Qur'aan Al-Kariim li Sayyid Quthb; Penulis: Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhaly; Edisi Indonesia: BANTAHAN TERHADAP KITAB AT-TASHWIRUL FANNIY FIL QUR'AN karya Sayyid Quthb; Penerjemah: Muhammad Fuad, Lc; Cetakan: Pertama, Maret 2008; Penerbit: Pustaka Ar Rayyan]

0 komentar: