Ahlussunnah mengambil pemahaman, dari Kitab Allah subhanahu wa ta’ala dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara yang ditempuh oleh para shahabat dan tabi'in dalam aqidah, ibadah, dan mu'amalah, serta mereka mengembalikan nash-nash yang mutasyabih (tidak tegas/samar) kepada nash-nash yang muhkam (tegas).
Sedangkan golongan-golongan ahlul hawa (pengikut bisikan nafsu) menafsirkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan bisikan hawa nafsu mereka, serta mendahulukan ayat-ayat yang mutasyabih atas ayat-ayat yang muhkam.
Sedangkan golongan-golongan ahlul hawa (pengikut bisikan nafsu) menafsirkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan bisikan hawa nafsu mereka, serta mendahulukan ayat-ayat yang mutasyabih atas ayat-ayat yang muhkam.
Setiap kelompok (dari mereka yang sesat ini) menafsirkan Al-Qur'an dan nash-nash As-Sunnah sesuai dengan hawa nafsunya lalu mengaku-ngaku berada di atas kebenaran.
Jahmiyyah menafsirkan Al-Qur'an sesuai dengan dasar-dasar Jahmiyyah filsafat, sedangkan mu’tazilah menafsirkan Al-Qur'an sesuai dengan dasar-dasar mu'tazili-nya.
Khawarij dan Rawafidl (Syi'ah) menafsirkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan hawa nafsu mereka dan sendi-sendi Khawarij-nya, demikian juga Rawafidh.
Shufiyyah (Sufi) menafsirkan Al-Qur'an sesuai dengan hawa nafsu mereka dan kaidah-kaidah sufinya.
Lalu datang di masa ini Sayyid Quthb yang menafsirkan Al-Qur'an juga sesuai dengan hawa nafsunya, berdasarkan kaidah-kaidah seni gambar dan musik beserta dasar-dasarnya, berpedoman pada kaidah-kaidah perfilman dan sandiwara, setelah itu ekor-ekornya seperti seni peran, tontonan, layar, alat lukis, penonton, dan kejutan-kejutan. Kemudian, diapun menganggap dirinya telah mendapatkan petunjuk inovasi dalam metode penafsiran ini apa yang belum didapatkan oleh selainnya. Ditambah-kanlah pada segala apa yang telah dia warisi berupa ajaran-ajaran dasar berbagai kelompok sesat yang beraneka macam coraknya.
[Dari: Nadzaraat fii Kitaabi At-Tashwiir Al-Fanniy fil Qur'aan Al-Kariim li Sayyid Quthb; Penulis: Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhaly; Edisi Indonesia: Bantahan Terhadap Kitab At-Tashwirul Fanniy Fil Qur'an karya Sayyid Quthb; Penerjemah: Muhammad Fuad, Lc; Cetakan: Pertama, Maret 2008; Penerbit: Pustaka Ar Rayyan]
Jahmiyyah menafsirkan Al-Qur'an sesuai dengan dasar-dasar Jahmiyyah filsafat, sedangkan mu’tazilah menafsirkan Al-Qur'an sesuai dengan dasar-dasar mu'tazili-nya.
Khawarij dan Rawafidl (Syi'ah) menafsirkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan hawa nafsu mereka dan sendi-sendi Khawarij-nya, demikian juga Rawafidh.
Shufiyyah (Sufi) menafsirkan Al-Qur'an sesuai dengan hawa nafsu mereka dan kaidah-kaidah sufinya.
Lalu datang di masa ini Sayyid Quthb yang menafsirkan Al-Qur'an juga sesuai dengan hawa nafsunya, berdasarkan kaidah-kaidah seni gambar dan musik beserta dasar-dasarnya, berpedoman pada kaidah-kaidah perfilman dan sandiwara, setelah itu ekor-ekornya seperti seni peran, tontonan, layar, alat lukis, penonton, dan kejutan-kejutan. Kemudian, diapun menganggap dirinya telah mendapatkan petunjuk inovasi dalam metode penafsiran ini apa yang belum didapatkan oleh selainnya. Ditambah-kanlah pada segala apa yang telah dia warisi berupa ajaran-ajaran dasar berbagai kelompok sesat yang beraneka macam coraknya.
[Dari: Nadzaraat fii Kitaabi At-Tashwiir Al-Fanniy fil Qur'aan Al-Kariim li Sayyid Quthb; Penulis: Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhaly; Edisi Indonesia: Bantahan Terhadap Kitab At-Tashwirul Fanniy Fil Qur'an karya Sayyid Quthb; Penerjemah: Muhammad Fuad, Lc; Cetakan: Pertama, Maret 2008; Penerbit: Pustaka Ar Rayyan]
0 komentar:
Posting Komentar