Ini adalah salah satu tema Sayyid Quthb dalam buku At-Tashwirul Fanniy fil Qur'an di halaman 71-72. la berkata di sana:
((Ketika kita katakan "Visualisasi ialah sarana yang paling diutamakan oleh uslub Al-Qur'an dan kaidah yang terpenting dalam penjelasannya", maka kita belum lagi selesai dari pembicaraan tentang pemandangan universal ini. Sesungguhnya di belakang hal itu masih ada yang pantas untuk disendirikan dalam pasal khusus ini, maka atas Kaidah apakah tegaknya visualisasi ini?
((Ketika kita katakan "Visualisasi ialah sarana yang paling diutamakan oleh uslub Al-Qur'an dan kaidah yang terpenting dalam penjelasannya", maka kita belum lagi selesai dari pembicaraan tentang pemandangan universal ini. Sesungguhnya di belakang hal itu masih ada yang pantas untuk disendirikan dalam pasal khusus ini, maka atas Kaidah apakah tegaknya visualisasi ini?
Kami telah singgung di pasal yang lalu, ketika Kami katakan "Dia mengung-kapkan gambaran mderawi dan khayalan tentang makna dalam pikiran, keadaan jiwa, serta tentang contoh dan tabiat kemanusiaan, layaknya pengungkapan tentang kejadian inderawi dan pemandangan yang nampak, setelah itu dia naik kepada gambar yang dilukiskannya dan memberikannya kehidupan yang jelas atau gerakan dinamis, maka seketika makna pikiran itu menjadi sebuah suasana atau gerakan, tiba-tiba keadaan jiwa menjadi layar atau panggung, serta jadilah contoh kemanusiaan itu sosok yang hidup. Adapun peristiwa, tontonan, kisah dan penampilan, maka padanya ada sosok kehidupan dan kedinamisan, sehingga jika ditambahkan kepadanya dialog maka sempurnalah semua unsur khayalan."
Dan semua contoh yang telah lalu di pasal muka, layak untuk menjadi bukti bagi kenyataan ini, walaupun bentuk kalimat di pasal itu sepintas lalu, yakni hanya sekedar bukti bahwa visualisasi adalah sarana yang diutamakan oleh uslub Al-Qur'an.
Tapi dalam pasal ini kami tidak akan sekedar mengalihkan (pembaca) kepada contoh-contoh tersebut. Al-Qur'an yang ada di hadapan kita kaya dengan perumpamaan yang baru. Kami akan memilih sebagian darinya yang memiliki penunjukan khusus terhadap metode ini "Pemandangan khayalan inderawi dan jasadi dalam visualisasi ……..))
Lalu Sayyid Quthb katakan:
(("Gambaran lain yang nampak jelas dalam visualisasi Al-Qur'an yakni penjasadan,] menjasadkan hal-hal maknawi murni dan menampakkannya sebagai tubuh-tubuh makhluk hidup atau benda-benda inderawi lainnya secara umum. Persoalan ini sampai pada pencapaian yang jauh sampai dia mengungkapkan dengannya pada beberapa tempat yang sangat berhubungan dengan perasaan, di mana Dien Islam sangat antusias untuk memisahkannya sebagai Dzat Ilahiyah beserta sifat-sifatnya. Masalah ini mempunyai penunjukan pasti di atas penunjukan-penunjukan lainnya bahwa metode 'penjasadan' adalah uslub yang diutamakan dalam visualisasi Al-Qur'an dengan menjaga dan memperingatkan akan bahaya penjasadan dalam bayangan sangkaan lemah. Sekarang kami memulai menunjukkan contoh-contoh ……….."))
Lalu mulailah Sayyid Quthb menyebut bermacam-macam jenis khayalan dan penjasadan di dalam Al-Qur'an sesuai gambaran pikirannya, lalu dia katakan di halaman 83: (("Yang ketujuh: Lalu ketika penjasadan ini adalah sebuah perkara umum, maka Dia subhanahu wa ta’ala menggambarkan perhitungan kebajikan dan keburukan di akhirat layaknya pemandangan lahiriyah:
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat." (Al-Anbiyaa': 47)
"Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah." (Al-Qaari'ah : 6-9)
Semua itu sejalan dengan penjasadan Al-Qur'an."))
Jadi mizan menurut Sayyid Quthb hanyalah maknawi murni dan bukan sesuatu yang lahiriah di mana terjadi padanya penimbangan secara hakiki berdasarkan penetapan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka dalam hal ini dia telah berjalan mengikuti manhaj para pemuja akal 'Mu'tazilah’. Sampai dia katakan di pasal ini 'Khayalan dan penjasadan' pada jenis ketujuh darinya di halaman 85:
(("Dengan metode yang diutamakan dalam pengungkapan makna murni inilah berjalan uslub Al-Qur'an dalam urusan yang paling khusus yang mewajibkan pemisahan secara mutlak dan pensucian sempurna, maka Dia subhanahu wa ta’ala berfirman:
"Tangan Allah di atas tangan mereka." (Al-Fath 10)
"Dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air." (Huud : 7)
"Kursi Allah meliputi langit dan bumi" (Al-Baqarah : 255)
"Lain Dia beristiwa' di atas Arsy." (As-Sajdah : 4)
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap." (Fushshilat : 11)
"Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya." (Az-Zumar : 67)
"Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar." (Al-Anfaal: 17)
"Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki)." (Al-Baqarah : 245)
"Dan datanglah Tuhanmu; sedangMalaikat berbaris-baris." (Al-Fajr : 22)
"Orang-orang Yahudi berkata: 'Tangan Allah terbelenggu', sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka." (Al-Maa'idah : 64)
"Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku." (Ali 'Imran: 55) …………… Hingga akhirnya.
Lalu berkobarlah perdebatan seru seputar kalimat-kalimat ini, ketika perdebatan menjadi pekerjaan dan ucapan menjadi hiasan. Sebenarnya ia hanyalah berlayar di atas jalur yang telah diikuti dalam pengungkapan, dilontarkan untuk menerangkan makna-makna murni dan menetapkannya, serta berjalan di atas jalan umum tanpa bergeser atau menyimpang darinya, yakni jalan imajinasi inderawi dan penjasadan pada setiap pekerjaan visualisasi.
Akan tetapi mengikuti metode ini di jalan ini sendiri memberikan penunjukan yang pasti -sebagaimana yang telah kita katakan- bahwa di dalam Al-Qur'an metode ini sangat asasi pada visualisasi, sebagaimana 'Visualisasi itu adalah sendi paling utama dalam pengungkapan'."))
Demikianlah lelaki ini menempuh jalan orang-orang ahli ta'thil (Orang-orang yang menolak dan menafikan sifat-sifat bagi diri Allah. (-Pent)) yang sangat menyimpang yang menghilangkan makna bagi sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala dan lainnya, maka Allah subhanahu wa ta’ala tidak mempunyai: tangan, Arsy, air, tangan kanan yang dengannya Dia melipat seluruh langit, tidak menggengam bumi, tidak menggengam dan tidak membentangkan tangan-Nya, Allah Maha Suci dari semua itu menurut pandangannya. Rabb kita tidak akan datang pada hari kiamat, tidak mempunyai dua tangan, dan 'Isa ‘alahis sallam tidaklah diangkat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Dia telah men-ta'thil apa yang sanggup dia hilangkan dari sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala, di antaranya pen-ta'thil-an sifat ber-istiwa' di atas ‘Arsy, perkataan bahwa Al-Qur'an adalah buatan -maksudnya: makhluk-, mengingkari kalau Allah subhanahu wa ta’ala telah berbicara kepada Musa ‘alahis sallam dengan jalan dialog, serta mengingkari akan melihat Allah, sebagaimana yang tersebut di dalam Azh-Zhilal dan Al-Masyahid.
Di sini pembaca bisa melihat apa yang dilakukannya terhadap sifat-sifat Allah dan lainnya berdasarkan prinsip jahmi dan asasnya sendiri dalam metode visualisasi dan imajinasi, serta asas jahmi di mana mereka menjadikan dalih menyucikan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai anak tangga untuk naik men-ta'thil sifat-sifat-Nya subhanahu wa ta’ala.
Di sini pembaca dapat melihat pula ketergabungan Sayyid Quthb dalam kelompok Jahmiyyah ahli ta'thil dan bantahannya terhadap ahli kebenaran Ahlussunnah wal Jama'ah yang berdiri tegak di atas nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah yang terang, juga kepada ijma' para shahabat radhiyallahu ‘anhum dan tabi'in radhiyallahu ‘anhum.
Pembaca dapat melihat bagaimana dia memberikan keterangan palsu, lalu menampak-nampakkan diri sebagai orang yang mengingkari perdebatan yang lagi hangat di sekitar permasalahan ini. Semuanya itu setelah dia bergabung bersama orang-orang yang mendebat ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala dengan bathil dalam rangka menghapus kebenaran.
[Dari: Nadzaraat fii Kitaabi At-Tashwiir Al-Fanniy fil Qur'aan Al-Kariim li Sayyid Quthb; Penulis: Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhaly; Edisi Indonesia: Bantahan Terhadap Kitab At-Tashwirul Fanniy Fil Qur'an karya Sayyid Quthb; Hal: 43-49; Penerjemah: Muhammad Fuad, Lc; Cetakan: Pertama, Maret 2008; Penerbit: Pustaka Ar Rayyan]
Dan semua contoh yang telah lalu di pasal muka, layak untuk menjadi bukti bagi kenyataan ini, walaupun bentuk kalimat di pasal itu sepintas lalu, yakni hanya sekedar bukti bahwa visualisasi adalah sarana yang diutamakan oleh uslub Al-Qur'an.
Tapi dalam pasal ini kami tidak akan sekedar mengalihkan (pembaca) kepada contoh-contoh tersebut. Al-Qur'an yang ada di hadapan kita kaya dengan perumpamaan yang baru. Kami akan memilih sebagian darinya yang memiliki penunjukan khusus terhadap metode ini "Pemandangan khayalan inderawi dan jasadi dalam visualisasi ……..))
Lalu Sayyid Quthb katakan:
(("Gambaran lain yang nampak jelas dalam visualisasi Al-Qur'an yakni penjasadan,] menjasadkan hal-hal maknawi murni dan menampakkannya sebagai tubuh-tubuh makhluk hidup atau benda-benda inderawi lainnya secara umum. Persoalan ini sampai pada pencapaian yang jauh sampai dia mengungkapkan dengannya pada beberapa tempat yang sangat berhubungan dengan perasaan, di mana Dien Islam sangat antusias untuk memisahkannya sebagai Dzat Ilahiyah beserta sifat-sifatnya. Masalah ini mempunyai penunjukan pasti di atas penunjukan-penunjukan lainnya bahwa metode 'penjasadan' adalah uslub yang diutamakan dalam visualisasi Al-Qur'an dengan menjaga dan memperingatkan akan bahaya penjasadan dalam bayangan sangkaan lemah. Sekarang kami memulai menunjukkan contoh-contoh ……….."))
Lalu mulailah Sayyid Quthb menyebut bermacam-macam jenis khayalan dan penjasadan di dalam Al-Qur'an sesuai gambaran pikirannya, lalu dia katakan di halaman 83: (("Yang ketujuh: Lalu ketika penjasadan ini adalah sebuah perkara umum, maka Dia subhanahu wa ta’ala menggambarkan perhitungan kebajikan dan keburukan di akhirat layaknya pemandangan lahiriyah:
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat." (Al-Anbiyaa': 47)
"Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah." (Al-Qaari'ah : 6-9)
Semua itu sejalan dengan penjasadan Al-Qur'an."))
Jadi mizan menurut Sayyid Quthb hanyalah maknawi murni dan bukan sesuatu yang lahiriah di mana terjadi padanya penimbangan secara hakiki berdasarkan penetapan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka dalam hal ini dia telah berjalan mengikuti manhaj para pemuja akal 'Mu'tazilah’. Sampai dia katakan di pasal ini 'Khayalan dan penjasadan' pada jenis ketujuh darinya di halaman 85:
(("Dengan metode yang diutamakan dalam pengungkapan makna murni inilah berjalan uslub Al-Qur'an dalam urusan yang paling khusus yang mewajibkan pemisahan secara mutlak dan pensucian sempurna, maka Dia subhanahu wa ta’ala berfirman:
"Tangan Allah di atas tangan mereka." (Al-Fath 10)
"Dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air." (Huud : 7)
"Kursi Allah meliputi langit dan bumi" (Al-Baqarah : 255)
"Lain Dia beristiwa' di atas Arsy." (As-Sajdah : 4)
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap." (Fushshilat : 11)
"Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya." (Az-Zumar : 67)
"Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar." (Al-Anfaal: 17)
"Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki)." (Al-Baqarah : 245)
"Dan datanglah Tuhanmu; sedangMalaikat berbaris-baris." (Al-Fajr : 22)
"Orang-orang Yahudi berkata: 'Tangan Allah terbelenggu', sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka." (Al-Maa'idah : 64)
"Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku." (Ali 'Imran: 55) …………… Hingga akhirnya.
Lalu berkobarlah perdebatan seru seputar kalimat-kalimat ini, ketika perdebatan menjadi pekerjaan dan ucapan menjadi hiasan. Sebenarnya ia hanyalah berlayar di atas jalur yang telah diikuti dalam pengungkapan, dilontarkan untuk menerangkan makna-makna murni dan menetapkannya, serta berjalan di atas jalan umum tanpa bergeser atau menyimpang darinya, yakni jalan imajinasi inderawi dan penjasadan pada setiap pekerjaan visualisasi.
Akan tetapi mengikuti metode ini di jalan ini sendiri memberikan penunjukan yang pasti -sebagaimana yang telah kita katakan- bahwa di dalam Al-Qur'an metode ini sangat asasi pada visualisasi, sebagaimana 'Visualisasi itu adalah sendi paling utama dalam pengungkapan'."))
Demikianlah lelaki ini menempuh jalan orang-orang ahli ta'thil (Orang-orang yang menolak dan menafikan sifat-sifat bagi diri Allah. (-Pent)) yang sangat menyimpang yang menghilangkan makna bagi sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala dan lainnya, maka Allah subhanahu wa ta’ala tidak mempunyai: tangan, Arsy, air, tangan kanan yang dengannya Dia melipat seluruh langit, tidak menggengam bumi, tidak menggengam dan tidak membentangkan tangan-Nya, Allah Maha Suci dari semua itu menurut pandangannya. Rabb kita tidak akan datang pada hari kiamat, tidak mempunyai dua tangan, dan 'Isa ‘alahis sallam tidaklah diangkat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Dia telah men-ta'thil apa yang sanggup dia hilangkan dari sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala, di antaranya pen-ta'thil-an sifat ber-istiwa' di atas ‘Arsy, perkataan bahwa Al-Qur'an adalah buatan -maksudnya: makhluk-, mengingkari kalau Allah subhanahu wa ta’ala telah berbicara kepada Musa ‘alahis sallam dengan jalan dialog, serta mengingkari akan melihat Allah, sebagaimana yang tersebut di dalam Azh-Zhilal dan Al-Masyahid.
Di sini pembaca bisa melihat apa yang dilakukannya terhadap sifat-sifat Allah dan lainnya berdasarkan prinsip jahmi dan asasnya sendiri dalam metode visualisasi dan imajinasi, serta asas jahmi di mana mereka menjadikan dalih menyucikan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai anak tangga untuk naik men-ta'thil sifat-sifat-Nya subhanahu wa ta’ala.
Di sini pembaca dapat melihat pula ketergabungan Sayyid Quthb dalam kelompok Jahmiyyah ahli ta'thil dan bantahannya terhadap ahli kebenaran Ahlussunnah wal Jama'ah yang berdiri tegak di atas nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah yang terang, juga kepada ijma' para shahabat radhiyallahu ‘anhum dan tabi'in radhiyallahu ‘anhum.
Pembaca dapat melihat bagaimana dia memberikan keterangan palsu, lalu menampak-nampakkan diri sebagai orang yang mengingkari perdebatan yang lagi hangat di sekitar permasalahan ini. Semuanya itu setelah dia bergabung bersama orang-orang yang mendebat ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala dengan bathil dalam rangka menghapus kebenaran.
[Dari: Nadzaraat fii Kitaabi At-Tashwiir Al-Fanniy fil Qur'aan Al-Kariim li Sayyid Quthb; Penulis: Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhaly; Edisi Indonesia: Bantahan Terhadap Kitab At-Tashwirul Fanniy Fil Qur'an karya Sayyid Quthb; Hal: 43-49; Penerjemah: Muhammad Fuad, Lc; Cetakan: Pertama, Maret 2008; Penerbit: Pustaka Ar Rayyan]
0 komentar:
Posting Komentar