Membantah Aqidah Sayyid Quthb tentang Kenikmatan Akhirat dalam Bukunya Azh-Zhilal

Nampak di buku ini kalau sebagian aqidahnya telah berubah, namun disayangkan bahwa dia berpindah kepada aqidah rusak lainnya, yakni aqidah sufi ekstrem yang disifati oleh para ulama sebagai aqidah zindiq.

Sayyid Quthb berkata dalam Azh-Zhilal 6/3292:
((Sesungguhnya gambaran-gambaran inderawi tentang kenikmatan dan adzab ini tersebut dalam Al-Qur'an pada beberapa tempat, kadang disebutkan bersamanya gambaran maknawi dan kadang pula hanya sendiri. Sebagaimana gambaran-gambaran tentang kenikmatan dan adzab yang terlepas dari inderawi juga disebutkan dalam beberapa tempat. Allah subhanahu wa ta’ala yang telah menciptakan manusia, Dialah yang paling berilmu dengan ciptaan-Nya itu, paling mengetahui apa-apa yang dapat memberikan pengaruh terhadap qalbu mereka, pendidikan terbaik untuk mereka, lalu yang paling tepat untuk kenikmatan dan adzab-Nya.

Manusia berlainan sifat, beragam jiwa, dan tabiat yang berbeda-beda. Semuanya bertemu dalam fitrah kemanusiaan, lalu berbeda dan beragam sesuai dengan masing-masing manusia.

Oleh karenanya, Allah subhanahu wa ta’ala merinci macam-macam kenikmatan dan adzab, begitu juga dengan beragam keindahan dan penderitaan, sesuai dengan ilmu-Nya yang mutlak terhadap hamba-hamba-Nya.

Ada manusia yang cocok di-tarbiyah (dididik), dibangkitkan geloranya untuk beramal, tepat untuk mendapatkan balasan, serta jiwa mereka pantas memperoleh sungai-sungai air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai khamr yang lezat bagi peminumnya, sungai-sungai madu yang disaring, berbagai macam buah, beserta maghfirah dari Rabb mereka dengan Allah subhanahu wa ta’ala memberikannya jaminan selamat dari api Neraka dan kenikmatan Surga-Surga……..

Merekalah orang-orang yang tepat untuk di-tarbiyah dan layak untuk dibalas.

Di antara manusia pula, ada yang beribadah kepada-Nya sebab kesyukuran akan segala nikmat-Nya yang tidak sanggup dia hitung. Atau mencintai-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan amalan ketaatan layaknya pendekatan seorang pecinta kepada kekasihnya. Atau dia malu kalau Allah subhanahu wa ta’ala melihatnya dalam suatu keadaan yang tidak Dia sukai, tanpa melihat apa yang ada di belakangnya berupa surga atau neraka, kenikmatan atau adzab sama sekali.

Merekalah orang-orang yang tepat untuk mendapatkan tarbiyah dan balasan, Allah subhanahu wa ta’ala berflrman pada mereka:


"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang." (Maryam : 96)

Atau mereka diberitahukan bahwa mereka akan berada:

"Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Maha Berkuasa." (Al-Qamar : 55)

Telah diriwayatkan tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu shalat sehingga bengkak kedua kakinya, maka 'Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: "Mengapa engkau melakukan hal ini ya Rasulullah, padahal telah diampuni semua dosa-dosamu baik yang telah lalu maupun yang akan datang?" Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Apakah aku tidak suka untuk menjadi seorang hamba yang bersyukur?!" (HR. Al-Bukhari 4837)

Rabi'ah Al-Adawiyyah berkata:
"Apakah kalau tidak ada surga dan neraka maka tidak ada seorang pun yang mau menyembah-Nya dan tidak seorang pun yang mau khusyu' kepada-Nya ?!"

Dia menjawab Sufyan Ats-Tsauri yang bertanya kepadanya: "Apakah hakikat keimananmu?", dia menjawab, "Saya tidaklah menyembah-Nya sebab takut pada neraka-Nya dan tidak pula sebab senang pada surga-Nya sehingga saya menjadi layaknya pekerja yang buruk, namun saya menyembah-Nya karena rindu kepada-Nya."

Maka dia jelaskan jenis ini dan beragam jenis itu dari jiwa dan tabi'at…… Semuanya engkau mendapatkannya -pada nikmat, adzab, dan beragam balasan yang dijadikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala- apa-apa yang cocok untuk memberikan tarbiyah di muka bumi serta balasan yang pantas di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.

Diambil kesimpulan umum bahwa segala gambaran nikmat dan adzab dapat melembutkan dan menyembuhkan setiap kali pendengar menanjak naik ke pendakian tarbiyah dan tahzib (pembersihan jiwa) sepanjang turunnya Al-Qur'an, sesuai dengan jenis manusia yang diajak berbicara dan berbagai keadaan yang ayat-ayat telah mengarahkan pembicaraan kepadanya. Yaitu keadaan dan permisalan yang senantiasa berulang dalam kemanusiaan di setiap masa.))

Saya katakan: Ini adalah kebohongan dan kalimat kebatilan, Rasul yang paling afdlalpun shallallahu ‘alaihi wa sallam takut pada adzab Allah subhanahu wa ta’ala di negeri akhirat. Inilah Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda (berdasarkan perintah Allah subhanahu wa ta’ala):

"Katakanlah: 'Sesungguhnya aku takut akan adzab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku'." (Az-Zumar : 13 dan Al-An'am : 15)

Bersabda Rasul termulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:

"Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)." (Yunus : 15)

Juga Beliau bersabda: "Adapun, demi Allah, maka sesungguhnya akulah yang paling takut dan bertaqwa pada Allah daripada kalian." (HR. Al-Bukhari 5063)

Khalilullah Ibrahim ‘alahis sallam berkata:
"Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan." (Asy-Syu'araa': 87)

Serta seluruh para nabi, mereka menyembah Allah subhanahu wa ta’ala dengan perasaan harap dan takut, Allah berfirman:

"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami." (Al-Anbiyaa': 90)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman mengabarkan ucapan Khalil-Nya Ibrahim ‘alahis sallam:
"Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan." (Asy-Syu'araa': 85)

Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah bersabda tatkala para shahabat tengah menggali khandaq (parit): "Ya Allah, sesungguhnya kehidupan adalah kehidupan akhirat, maka berilah maghfirah untuk Anshar dan Muhajirin", maka mereka berkata menyambung Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Kamilah orang-orang yang telah berbai'at kepada Muhammad untuk berjihad selama kami masih hidup." (HR. Al-Bukhari: 4100)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri tegak di medan jihad mempidatokan kalimatnya: "Ketahuilah bahwa sesungguhnya surga itu di bawah bayangan pedang". (HR. Al-Bukhari: 2818). Sementara di antara para shahabat ada Abu Bakar, 'Umar, dan dan para tokoh shahabat.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an." (At-Taubah : 111)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman mengabarkan ucapan istri Fir'aun:

"Ta Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Surga." (At-Tahrim : 11)

Serta Jibril ‘alaihis sallam berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Gembirakanlah Khadijah dengan satu rumah dari mutiara cekung tiada kegaduhan padanya dan tidak pula ada keletihan". Sedangkan Khadijah radhiyallahu ‘anha lebih afdlal dari Rabi'ah, bahkan lebih afdlal dari semua shahabat wanita apalagi hanya selainnya."

Betapa sering Allah membangkitkan kerinduan para mukmin, utamanya terhadap surga, semisal firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar." (Ash-Shaff : 10-12)

Di sini Allah subhanahu wa ta’ala telah menyeru mereka menuju jihad untuk selamat dari neraka dan sukses mendapatkan surga, maka mereka pun dengan ringan mempersembahkan jiwa mereka demi untuk selamat dari neraka dan menang meraih Surga.

Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan tentang para tokoh kaum mukmin:

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdosa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (As-Sajdah: 16-17)

Inilah keadaan para nabi dan para mukmin utama dari kalangan shahabat, shiddiq, syuhada', dan ulama. Merekalah manusia-manusia yang paling besar kesyukurannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, paling malu dari-Nya, mencintai-Nya, serta banyak di antara mereka adalah kekasih Allah subhanahu wa ta’ala yang memiliki puncak derajat cinta. Maka perbuatan Sayyid Quthb adalah sebuah klasifikasi manusia yang paling batil dan bagian dari khurafat kaum sufi.

Apakah seorang muslim akan memilih untuk mengambil Al-Qur'an, As-Sunnah, uswah para nabi, dan teladan para pengikut mereka yang sejati ataukah dia lebih memilih ajaran zindiq ini yang disandarkan secara bohong terhadap Rabi'ah dan Sufyan Ats-Tsauri?

Menjadi kemestian bagi seorang hamba untuk mempunyai kecintaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, takut akan adzab-Nya, serta berantusias besar terhadap pahala-Nya. Para ulama menetapkan bahwa siapa yang menyembah Allah subhanahu wa ta’ala semata dengan perasaan khauf (takut) saja maka dia adalah khariji (khawarij), sedangkan barangsiapa yang menyembah-Nya hanya dengan raja' (harap) tanpa disertai rasa takut maka dia orang zindiq, akhirnya siapa saja yang beribadah kepada-Nya dengan raja' dan khauf maka dialah mukmin.

Kemudian dari mana Sayyid Quthb mengambil klasifikasi batil ini lalu dengannya dia mengkelas-kelaskan manusia?? Kalau para nabi menyembah Allah subhanahu wa ta’ala dengan takut dari adzab-Nya dan berantusias pada surga-Nya, maka apakah kelas-kelas lain yang masuk di dalamnya para sufi lebih afdlal dari para nabi ‘alahimus sallam?? Kita berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kejahilan dan kesesatan serta kita berlepas diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari aqidah yang membinasakan ini. Para thalibul 'ilmi, janganlah lupa jika aqidah ini tegak di atas faham melebihkan para wali di atas para nabi dan rasul, juga dari situlah berangkat dukun besar para sufi ibnu 'Arabi dalam ucapannya: "Tingkatan Nubuwah di alam Barzakh sedikit di atas rasul namun di bawah wali."

Inilah yang sempat saya paparkan dan diskusikan atas ajaran-ajaran pokok laki-laki ini serta apa-apa yang dia bangun di atasnya berupa: perkataan, sikap, teori, serta perilaku yang mengotori Islam dan Al-Qur'an. Sementara saya belum sanggup untuk menyebutkan keseluruhan yang harus dipaparkan dan didebatkan, namun saya baru sanggup untuk meletakkan kunci-kunci di tangan siapa yang berkehendak untuk menolong Islam dan Al-Qur'an, serta membelanya dari tindakan aniaya laki-laki ini dan semisalnya.

Shalawat dan salam bagi Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya.

[Dari: Nadzaraat fii Kitaabi At-Tashwiir Al-Fanniy fil Qur'aan Al-Kariim li Sayyid Quthb; Penulis: Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhaly; Edisi Indonesia: Bantahan Terhadap Kitab At-Tashwirul Fanniy Fil Qur'an karya Sayyid Quthb; Hal: 115-124; Penerjemah: Muhammad Fuad, Lc; Cetakan: Pertama, Maret 2008; Penerbit: Pustaka Ar Rayyan]

0 komentar: