Penyimpangan Pertama: Meremehkan tauhid ibadah dan tidak menjadikannya sebagai asas berpijak


Kesimpulan Umum Pertama tentang Aib Ikhwanul Muslimin:
Meremehkan tauhid ibadah dan tidak menjadikannya sebagai asas berpijak


Termasuk bukti bahwa hal ini terjadi pada Ikhwanul Muslimin, pendiri dan peletak manhaj Ikhwani yaitu Hasan Al-Banna 78) menyampaikan ceramah di salah satu markaz kesyirikan, bahkan termasuk markaz kesyirikan terbesar di Mesir, yaitu kuburan Sayyidah Zainab.

Abbas As-Sisi menukilkan cerita itu dalam bukunya Qafilah Al-Ikhwan al-Muslimun (Kafilah Ikhwanul Muslimun), ia katakan: ((Sebuah kalimat dari Ustadz penasehat alam dalam perayaan hijrah di Sayyidah Zainab. Tersebut dalam kalimatnya sebagai berikut:

Dalam kesempatan ini wahai saudara-saudara saya hendak memberikan nasehat kepada kalian, sebuah nasehat yang ikhlash dimana saya menekankan kepada kalian untuk menjaganya, yaitu: Kalian mensucikan hati kalian dan menjernihkan jiwa kalian dari orang-orang yang telah menyakiti atau berbuat keburukan terhadap kalian. Demi Allah, sesungguhnya saya benar-benar tidak akan meninggalkan semua hati semacam ini yang tidak mengenal selain makna cinta karena Allah dan tidak bahagia melainkan dengan perasaan persaudaraan yang sejati. Saya tidak akan meninggalkan semua hati yang suci ini dikotori dengan dengki atau kebencian serta dikeruhkan kejernihannya oleh permusuhan.

Sesungguhnya Dien itu cinta dan benci, merupakan bagian dan iman bahwa kita mencintai karena Allah ‘Azza wa Jalla dan kita membenci karena Allah ‘Azza wa Jalla, akan tetapi alangkah beratnya kalau kita dipaksa untuk membenci siapa yang kita cintai.

Sesungguhnya iman itu: cinta dan benci. Maka mencintailah, sebab sesungguhnya kalian akan bahagia dengan cinta, dengan perasaan ini kalian berhimpun dan dengannya kalian terikat. Janganlah kalian mengharamkan buat hati kalian nikmat cinta karena Allah ‘Azza wa Jalla dan janganlah kalian mengharamkan dari perasaan cinta suci yang bersih.

Simpanlah batu dan loncatan kebencian hingga saat yang akan datang sebentar lagi, ketika itu kita menghadapi musuh-musuh. Saya tidak memaksudkan musuh-musuh kita dalam selimut, kita tidak mempunyai musuh dalam selimut Alhamdulillah. Kalaupun ada, maka mereka itu ibarat busa seperti busa aliran air yang akan disapu bersih oleh angin hingga berlalu atau enyah.

Adapun kalimat jihad maka itu adalah semangat yang berkobar, sedangkan makna-makna jihad adalah permisalan hidup yang tetap ada dan dituju oleh hati semua anak umat ini yang dizhalimi, dianiaya kebebasan dan hak-haknya serta dikepung dari segala penjuru.)) 79)

Mendiskusikan pidato Syaikh Al-Banna yang dia sampaikan di salah satu sarang kesyirikan terbesar di Mesir, yakni makam Sayyidah Zainab:

Dia tidak menyebutkan sama sekali syirik akbar yang sedang terjadi di kuburan itu, berupa: berdoa kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla, istighatsah, ibadah, menyembelih dan lainnya. Seolah dia belum melihat orang-orang yang thawaf di kubur itu dan mengelus-elusnya. Seolah dia belum mendengar suara tinggi orang-orang yang memohon hajat kepada Sayyidah Zainab dimana permohonan seperti ini tidak boleh ditujukan kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla dan seolah Syaikh Al-Banna tidak menganggapnya sebagai syirik akbar padahal dia mendengar dan menyaksikan di sekeliling kubur Sayyidah Zainab perkara kemungkaran yang menyelisihi syareat bahkan membatalkan, meruntuhkan memangkas habis kelslaman seseorang.

Dia menyatakan sedang memberikan nasehat yang ikhlash dan menekankan agar menjadi perhatian, akan tetapi ……. apakah nasehat itu?? Dia menasehatkan untuk menjernihkan jiwa dan mensucikan hati dari dengki dan benci, sementara hati itu dipenuhi oleh syirik akbar!! Maka apakah pidato dari seorang yang meyakini bahwa syirik yang dia lihat dan dia dengar di sekitar makam itu membatalkan kelslaman?!

Saya tinggalkan jawaban pertanyaan ini untuk para pembaca.

Dari sisi lain, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
"Dan orang-orang yang tidak menghadiri zuur dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya." (QS. Al-Furqan: 72)

Makna "Tidak menghadiri zuur": Tidak menghadiri kebathilan.

Ibnu Katsir rahimahullah, menyatakan: Ini termasuk sifat para hamba Ar-Rahman, bahwa mereka tidak menghadiri zuur. Ada yang berkata: zuur itu syirik dan peribadatan kepada berhala, pendapat lain: kedustaan, kefasikan, kekufuran, perbuatan sia-sia dan kebathilan.

Abul Aliyah rahimahullah, Thawus, Ibnu Sirin rahimahullah, Adh-Dhahhak rahimahullah, Ar-Rabi' bin Anas rahimahullah dan lainnya menyatakan: Perayaan kaum musyrikin. Umar bin Qais berkata: Yakni duduk-duduk menghadiri keburukan dan kelaliman. Malik dan Az-Zuhri berkata: Mereka tidak menghadiri acara minum-minuman khamar tidak pula menyukainya.

Saya katakan: Penafsiran bahwa zuur yang tidak mereka hadiri itu adalah kebathilan dengan segala macamnya merupakan penafsiran yang paling utama dan paling mencakup, sebab masuk di dalamnya mempersekutukan Allah ‘Azza wa Jalla, perayaan kaum musyrikin, peribadatan berhala dan lain-lain.

Kubur Sayyidah Zainab termasuk sarang kesyirikan paling besar yang memerangi akidah tauhid yang para rasul -termasuk Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam- telah diutus dengannya. Tidak boleh seorang muslim memasukinya kecuali dengan perasaan mengingkari perbuatan orang-orang musyrik itu. Barangsiapa yang memasukinya untuk berceramah dengan suatu tema selain pengingkaran terhadap syirik, maka dia telah memberikan dukungan bagi syirik akbar dan menyetujuinya serta dia telah merangkul penganutnya, juga dengan perbuatannya itu dia telah memberikan prasangka terhadap orang-orang jahil bahwa apa yang mereka perbuat itu benar tanpa ragu lagi dan merupakan ibadah pendekatan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maka ini adalah kezhaliman terbesar dan penipuan yang diharamkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Kalau dikatakan: Sesungguhnya Syaikh Al-Banna telah mengajak untuk berjihad dalam pidatonya, berarti dia telah menunaikan kewajibannya??

Kami katakan: Jihad apa yang diserukan oleh Al-Banna kalau dia telah menyetujui syirik besar yang mengeluarkan dari Islam. Apakah faedah berjihad melawan Yahudi dan Nashrani kalau kita sudah serupa dengan mereka?! Bahkan lebih hina dari mereka, sebab Yahudi mempertuhankan Uzair dan Nashrani mempertuhankan 'Isa ‘alaihis sallam saja, sedangkan Shufiyyah dan orang-orang yang seagama dengannya telah mempertuhankan manusia dalam jumlah yang tidak terhitung lagi. Di antara mereka ada yang menyembah Al-Husein……… Sayyidah Zainab…….Al-Badawi……. Al-Jailani……..Ad-Dasuqi……..dan tuhan-tuhan lain yang tidak terbilang. Cukuplah Allah ‘Azza wa Jalla melindungi kita dari menjadi seperti orang yang menyetujui kemusyrikan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla lalu bersamaan dengan itu dia menyangka kalau dirinya berdakwah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Ringkasnya: Siapa saja yang mengajak berjihad sedangkan dia tidak mendirikannya di atas pondasi tauhid sebagaimana yang (dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sesungguhnya dia telah sesat lagi menyesatkan dan menyimpang dari jalan lurus yang telah ditempuh oleh semua nabi dan rasul serta disebutkan oleh semua kitab samawi.

Adapun perkataan Al-Banna dalam bukunya At-Ta'alim di asas yang keempat dari dua puluh asas: "Jimat, mantera, paranormal, dukun, mengaku mengetahui perkara ghaib dan semua yang masuk dalam bahasan ini, maka semuanya mungkar dan wajib untuk diperangi, kecuali ayat, Al-Quran atau mantera berdasarkan atsar." 80)

Dia katakan di asas keempat belas: "Menziarahi makam manapun adalah sunnah yang disyareatkan dengan tata cara yang berdasarkan atsar, tetapi memohon dan menyeru bantuan para penghuni kubur -siapapun mereka- memintanya agar memenuhi hajat dari jauh atau dekat, bernadzar untuk mereka, meninggikan kubur, menutupi, menerangi, mengelus, bersumpah dengan selain Allah ’Azza wa Jalla, serta semua yang digolongkan ke dalamnya, maka termasuk dalam perkara bid'ah dan dosa besar yang wajib diperangi serta kita tidak memberikan penafsiran lain untuk semua perbuatan ini guna menutup jalan ke arah sana."

Saya katakan: Pertama sekali sebelum segala sesuatunya: Di dalam dua asas yang telah ditulis oleh Ustadz Al-Banna ini ada kerancuan, menunjukkan bahwa dia tidak bisa membedakan antara bid'ah, syirik akbar dan syirik kecil. Mengerjakan perdukunan dan mengaku-ngaku tahu ilmu ghaib adalah syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam, demikian juga memohon dan menyeru bantuan para penghuni kubur -siapapun dia- memintanya agar memenuhi hajat, bernadzar untuk mereka dan mengelus kuburnya, maka semua ini syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam. Begitu juga menggantungkan jimat, jika dia meyakini jimat itu menolak jin dan semisalnya, semuanya termasuk syirik akbar semisal dengan syirik bangsa Arab yang telah diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dihalalkan untuk ditumpahkan darahnya, ditawan anak-anaknya dan diambil harta mereka sebagai rampasan perang.

Adapun syirik kecil maka itu semisal bersumpah dengan selain Allah ‘Azza wa Jalla dan mantera yang tidak berdasarkan syari'at tapi tidak ada padanya istighatsah kepada jin atau selainnya.

Adapun bid'ah; membangun kuburan, menutupi dan membuat penerangan untuknya.

Perbuatan Al-Banna mencampur-adukkan semua perkara yang berbeda hukumnya ini menunjukkan bahwa dia tidak memiliki ilmu tentang rincian perkara tersebut. Barangsiapa yang berdoa kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla dan memohonnya untuk mendatangkan kebutuhan dan menolak kemudharatan, maka dia telah kafir, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

"Barangsiapa menyembah tuhan lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung." (QS. Al-Mukminun: 117)

Disebutkan dalam hadits: "Siapa yang mendatangi dukun, maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh malam", sedangkan dalam riwayat lain: "Maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam." 81)

Kalau seperti ini hukumnya bagi orang yang sekedar mendatangi dukun, maka bagaimana sangkaanmu tentang dukun itu sendiri?! Siapa yang mengaku dirinya mengetahui ilmu ghaib maka dia telah kafir, siapa yang berkeyakinan ada yang mengetahui ilmu ghaib (selain Allah ‘Azza wa Jalla) maka dia juga kafir, sedangkan siapa saja yang menyangka semua perkara ini adalah dosa besar yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, maka dia salah satu dari dua macam orang: Orang jahil yang tidak mengetahui hukum syareat atau dia adalah orang yang terkena fitnah lalu hendak menyesatkan manusia.

Adapun bersumpah dengan selain Allah ‘Azza wa Jalla, maka ia adalah syirik kecil yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam, dalilnya bahwa para shahabat radhiyallahu ’anhum dahulu bersumpah atas nama orang tua mereka, Ka'bah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kemudian mereka dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: "Janganlah kalian bersumpah dengan orang-orang tua kalian! Barangsiapa yang akan bersumpah maka hendaklah dia diam sumpah demi Allah ‘Azza wa Jalla atau hendaklah dia diam (kalau bukan demi Allah)!"

Adapun membangun di atas kuburan, menutupi dan memberikan lampu-lampu padanya, maka ini adalah bid'ah kalau tidak disertai doa kepada penghuni kubur dan tidak bertawassul dengan mereka.

Seandainyapun kita anggap Al-Banna memaksudkan perkataan-nya " kemungkaran" adalah syirik dan kufur, tapi dimanakah realisasi pernyataan ini, sementara dia telah memberikan persetujuan kepada orang yang berdoa kepada penghuni kubur dan mempertuhankannnya?!

Semua perkara ini demikian nyata -dia telah meremehkan tauhid Uluhiyyah, meragukan syirik yang membatalkan tauhid, tidak peka terhadap syirik, serta tidak memandangnya sebagai kemurtadan yang meruntuhkan kelslaman dan memangkas hingga akarnya-……….. Kondisi sistem dakwah Al-Banna ini kemudian diwarisi oleh para pemegang kendali dan penasehat manhaj tersebut. Sebaik-baik dari mereka akan mendiamkan syirik dan menyetujuinya, padahal seorang yang diam dari kesyirikan berarti tidak ada kebajikan pada dirinya. Lalu bagaimanakah sementara di antara penasehat dan pemimpin manhaj Ikhwani itu bahkan ada yang terjerembab masuk ke dalam syirik akbar, sebagaimana akan kami sebutkan tentang Sa'id Hawwa, Umar At-Tilmisani dan Mushthafa As-Siba'i, lebih-lebih lagi bawahannya.


Fasal

Seorang yang mengucapkan "Laa ilaaha illallah" namun bersamaan dengan itu dia menyeru penghuni kubur dan orang-orang yang mereka sebut sebagai wali-wali -bukan menyeru Allah ‘Azza wa Jalla- dalam perkara yang tidak disanggupi kecuali oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Apakah orang tersebut masih teranggap muslim dan apakah dalilnya?

Jawab: Hanya Allah ‘Azza wa Jalla Yang Maha Kuasa memberikan taufik. Kami memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla taufik, bantuan dan kelurusan:

Ketahuilah! Sesungguhnya siapa yang mengucapkan kalimal tauhid sedangkan dia juga menyeru selain Allah ‘Azza wa Jalla karena mengharapkan tercapainya kebutuhan dan tertolaknya keburukan -padahal itu adalah perkara pencapaian manfaat dan penolakan mudharat yang tidak disanggupi kecuali oleh Allah 'Azza wa Jalla - demikian pula bernadzar untuknya, menyembelih dengan namanya, beristighatsah kepadanya dan berlindung kepadanya, maka orang ini musyrik dengan syirik akbar dan kafir terhadap ke-Esaan Allah 'Azza wa Jalla, walaupun dia shalat, puasa dan menyangka dirinya muslim. Walaupun dia mengulangi kalimat tauhid tujuh puluh ribu kali dalam sehari, semua itu tidak akan memberikan manfaat kepadanya sama sekali sampai dia mengkafiri semua sesembahan selain Allah 'Azza wa Jalla. Berikut dalil-dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah:

[1] Firman Allah ‘Azza wa Jalla:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya." (QS. An-Nahl: 36)

Tampak jelas dari ayat ini bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah mengutus para rasul dengan dua misi:
  • Beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla saja dan beribadah kepada-Nya dengan apa yang Dia ‘Azza wa Jalla syari'atkan melalui lisan para rasul.

  • Kafir terhadap thaghut dan menjauhinya. Semua yang disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla adalah thaghut. Nama 'Thaghut' berasal dari kata tughyan (yang artinya melampaui batas): Kewajiban setiap makhluk adalah menjadi hamba Allah ‘Azza wa Jalla . Jika yang mereka sembah adalah thaghut -bukan Allah ‘Azza wa Jalla – berarti mereka telah memberikan suatu kedudukan yang melampaui batas haknya kepadanya, oleh sebab itu ia dinamakan thaghut dan berhala, sama halnya yang disembah itu malaikat yang dekat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, nabi, rasul, wali, setan, manusia, jin, pohon, batu, patung ukiran atau bukan.

    Siapa yang menyembah Allah ‘Azza wa Jalla sementara tidak kufur kepada thaghut, maka tidak sah dan tidak diterima ibadahnya sampai dia mengkafiri sesembahan selain Allah ‘Azza wa Jalla itu.
[2] Perintah beribadah datang dalam Al-Quran terkadang diiringi dengan larangan terhadap syirik, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun," (QS. An-Nisa': 36)

Maka Ibadah yang diperintahkan ialah ibadah yani mempersekutukan Allah ‘Azza wa Jalla.

Kadang juga diiringi dengan kata yang menunjukkan pembatasan (misalnya: hanya); yang bermakna: pembatasan bahwa ibadah hanyalah untuk Allah ‘Azza wa Jalla tidak selain-Nya, Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

"Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain hanya Dia. Itulah agama yang lurus." (QS. Yusuf: 40)

Dan firman Allah ‘Azza wa Jalla:

”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS. Al-Fatihah: 5)

Terkadang diiringi dengan keadaan yang menunjukkan kejernihan ibadah dari kotoran-kotoran syirik, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

"Maka serulah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya." (QS. Ghafir: 14)

Artinya: Dalam keadaan kalian memurnikan doa untuk-Nya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

"Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia." (QS. Az-Zumar: 14-15)

Kalau ada perintah ibadah secara mutlak dalam ayat-ayat lain (berupa perintah beribadah saja tanpa disertai larangan syirik, pent.), maka perintah itu menjadi terikat (dengan larangan syirik yang ditetapkan oleh ayat-ayat lain, pent.) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul.

Dapat kita ambil faedah dari sini bahwa ibadah apa saja yang dicampuri kesyirikan, maka ibadah itu akan dilemparkan kembali kepada pelakunya dan tidak diterima sama sekali. Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits qudsi:

[3] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan hadits qudsi ini dari Rabb-nya ‘Azza wa Jalla: "Sayalah yang paling tidak butuh kepada serikat, siapa saja yang beramal dengan suatu amalan dimana dia mempersekutukan-Ku dengan selain-Ku dalam amalan itu, maka Saya meninggalkannya dengan sekutunya itu." 82)

[4] Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menyebutkan sifat kelemahan dan ketidaksanggupan mendatangkan manfaat sembahan-sembahan itu bagi orang-orang yang memujanya, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

"Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudharat kepada mereka." (QS. Al-Furqan: 55)

Firman-Nya menyebutkan ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam:

"Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan." (QS. Al-'Ankabut: 17)

[5] Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menyifati semua sesembahan itu bahwa mereka tidak akan sanggup menciptakan makhluk yang paling lemah dan kecil sekalipun semua sesembahan itu bersatu, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

"Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." (QS. Al-Hajj: 73)

[6] Sesungguhnya semua ilah-ilah buatan itu makhluk juga, sedangkan makhluk yang asalnya tidak ada lalu dibuat ada tidaklah benar untuk menjadi ilah, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

"Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkmi mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sestialu kemanfa'atanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan." (QS. Al-Furqan: 3)

[7] Allah ‘Azza wa Jalla telah mengabarkan bahwa semua sesembahan itu beserta para penyembahnya akan masuk neraka sebagai bahan bakarnya, yakni sesembahan yang ridho dirinya disombah menyaingl Allah ‘Azza wa Jalla. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya." (QS. Al-Anbiya': 98-99)

[8] Allah ‘Azza wa Jalla memastikan kelemahan dan kefakiran seruan-seruan selain-Nya, Dia ‘Azza wa Jalla berfirman:

"Katakanlah: "Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langil dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya"." (QS. Saba': 22)

Demikian pula tatkala Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan kenikmatan-Nya kepada para hamba dengan menyebutkan sebagian nikmal-nikmat-Nya, maka Dia ‘Azza wa Jalla memulai firman-Nya dengan:

"Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani….”

Hingga firman-Nya:

"Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di Hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." (QS. Fathir: 11-14)

Lalu Dia ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu), Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah." (QS. Fathir: 15-17)

Maka bukankah para penghuni kubur yang didatangi secara berbondong-bondong oleh para penganut faham sufi yang suci (?!) dan diberikan padanya kekuasaan alam semesta termasuk golongan sesembahan saingan yang dikabarkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla bahwa ia hanya memiliki kelemahan, ketidakkuasaan dan tidak mampu memberikan apa yang diminta kepadanya?!

Kalian wahai para penyeru penghuni kubur, orang-orang yang mendukung dan menyangka bahwa itu bukanlah kemungkaran, kalau kalian menjawab: "Ya". Maka inilah yang benar, engkau telah terkalahkan, wajib atasmu sebagai konsekwensinya untuk tunduk kepada kebenaran dan kembali kepadanya, lalu kalian tinggalkan peribadatan selain Allah ‘Azza wa Jalla dan mengingkari syirik penyembahan berhala.

Sedangkan kalau kalian menjawab: Kami tidak menyeru berhala, namun yang kami seru hanyalah para wali yang difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla tentang mereka:

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." (QS. Yunus: 62)


Bantahannya:

[1] Sesungguhnya kata sambung "Alladzina (orang-orang)" termasuk kata umum, sehingga mencakup semua yang diseru dan disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla, berupa; malaikat, nabi, wali, pohon, batu, patung, berhala dan selainnya.

[2] Jika kalian mengatakan bahwa para wali itu terkecualikan dari ini, maka datangkanlah bukti kalau kalian memang orang orang yang benar!

[3] Apabila Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman kepada Nabi-Nya, hamba-Nya yang paling utama, yang paling dekat hubungannya dan yang paling agung kedudukannya di sisi-Nya:

"Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah." (QS. Al-A'raf: 188)

Maka tentu selain Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pantas demikian.

Terakhir: Siapa saja yang menyeru selain Allah ‘Azza wa Jalla dan siapapun seruan itu, apakah ia: wali, nabi, malaikat, manusia, jin, patung berhala dan selainnya, maka dia telah mempersekutukan Allah ‘Azza wa Jalla dengan kesyirikan akbar yang mengeluarkannya dari Islam, juga dia telah menentang ayat-ayat yang telah kami sebutkan sebelum ini, sekalipun dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah, shalat, puasa dan menyangka dirinya seorang muslim.

Demikian ini juga disebutkan di dalam Sunnah pada Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Pernah suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir bersama orang-orang, lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi oleh seorang laki-laki seraya berkata: Wahai Rasulullah! Apakah iman itu?

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Engkau beriman pada Allah ‘Azza wa Jalla, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari bertemu dengan-Nya, para rasul-Nya, serta engkau beriman pada kebangkitan akherat.

Ia berkata: Wahai Rasulullah! Apakah Islam itu?

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Engkau menyembah Allah ‘Azza wa Jalla tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan engkau mendirikan shalat wajib. (Hadits) 83)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyifatkan Islam dalam sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa "Engkau menyembah Allah ‘Azza wa Jalla tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun", maka nampaklah bahwa ibadah itu tidak menjadi ibadah kecuali jika ia bersih dari kesyirikan sebagaimana dalam hadits qudsi yang lalu: "Sayalah yang paling tidak butuh kepada serikat, siapa saja yang beramal dengan suatu amalan dimana dia mempersekutukan-Ku dengan selain-Ku dalam amalan itu, maka Saya meninggalkannya dengan sekutunya itu."

Disebutkan dalam Sunnah banyak hadits semisal ini yang memberi batasan tentang ibadah. Di antaranya hadits riwayat MusIim dari Abi Ayyub radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang Arab Badu'i menghentikan Nabiyullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berpergian. Si Badui mengambil tali kekang unta Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: "Wahai Rasulullah! (atau Wahai Muhammad!) Beritahukanlah kepada saya perkara apa yang dapat mendekatkanku kepada surga dan menjauhkanku dari neraka". Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti lalu melihat kepada para shahabat Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya bersabda: "Dia telah mendapatkan taufik (atau Dia telah mendapat hidayah)". Si Badui kembali bertanya, "Bagaimana jawabanmu?" Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Engkau menyembah Allah ‘Azza wa Jalla tanpa mempersekutukannya dengan apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyambung tali silaturahmi serta lepaskanlah unta ini!" 84)

Dalam Shahih Muslim dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’: "Islam didirikan di atas lima sendi: Mentauhidkan Allah……….(Al-Hadits pada bab rukun Islam dan Tiangnya, dari kitab Iman)

Dalam Shahih Muslim juga, bab Perintah untuk memerangi manusia sehingga mereka mengatakan Laa ilaha illallah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, mengimani semua yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, memerangi siapa saja yang tidak mau mengeluarkan zakatnya dan kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan Islam.

Disebutkan dalam hadits Abu Malik dari ayahnya yang berkata: Saya telah mendengarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Siapa saja yang mengucapkan Laa ilaha illallah dan berlepas diri dari semua sesembahan selain Allah ‘Azza wa Jalla, maka diharamkan harta dan darahnya, sedangkan perhitungannya di sisi Allah ‘Azza wa Jalla." 85)

Nampak jelas dari semua yang kami paparkan bahwa siapa yang mengucapkan kalimat tauhid dengan lisannya namun dia membatalkannya. dengan perbuatan, seperti menyeru makhluk dan meyakini ada kekuasaan pada diri mereka untuk mendatangkan hajat dan menolak keburukan dalam urusan yang tidak disanggupi kecuali oleh Allah ‘Azza wa Jalla, maka ucapan lisannya (dengan kalimat Laa ilaha illallah) itu tidak memberikan manfaat baginya baik di dunia maupun di akherat, sehingga tidak memelihara darahnya di dunia, tidak menyelamatkannya dari neraka dan tidak akan memasukkannya ke surga di akherat. Kebenaran telah nampak jelas bagi yang merindukan kebenaran, namun taufik hanya dari Allah ‘Azza wa Jalla.

_______________________________

78) Hasan Al-Banna. Disebutkan dalam buku An-Nuqath Fauqal Huruf tulisan Ahmad Adil Kamal, halaman 81-83: ((Ustadz Hasan Al-Banna dilahirkan di kampung Al-Mahmudiyah Mudiriyah Al-Buhairah Mesir tahun 1904 M.

Dia menimba ilmu pertama kali di sekolah kampungnya pada tingkat I'dadi (Tsanawiyah) Al-Mahmudiyah lalu Madrasah Mu'allimin Damanhur kemudian Darul Ulum Cairo. Dia teristimewakan dalam setiap tingkatan ini, dimana selalu menduduki rangking pertama sehingga menjadi kebanggaan dan perhatian guru-gurunya. Tadinya disangka dia akan dikirim oleh Kementrian Pendidikan ke Inggris atau Prancis seperti biasa dilakukan terhadap para utusan peringkat pertama alumnus diploma Darul Ulum, namun pada kondisi tertentu pihak Kementrian tidak melakukan kebiasaan itu.

Ustadz telah menyelesaikan Diploma Darul Ulum selagi umurnya belum mencapai 21 tahun. Terangkat menjadi guru di Madrasah Al-lsma'iliyyah Al-Amiriyyah sebagai tingkatan keenam, dia resmi menerima pekerjaan itu pada tanggal 20 September 1927 M, setelah itu meneruskan menjadi guru di Madrasah Ibtida'iyah selama 19 tahun. Dia mendapatkan derajat kelima, tidaklah dia mendapatkan hal itu melainkan sebab keputusan hukum untuk para pegawai yang berumur.

Di bulan Mei 1946 ustadz mengundurkan diri dari pekerjaannya di Kementerian Pendidikan sebab pendirian koran harian Ikhwanul Muslimin. Selesai penukilan dengan saduran.))

Saya katakan: Hasan Al-Banna telah tumbuh berkembang sejak awalnya dengan pemahaman Shufiyyah, Al-Banna sendiri telah menyebutkan hal tersebut dalam bukunya Mudzakkirat ad-Da'wah wad-Da'iyah, dengan perasaan bangga, ia katakan di halaman 27: ((Saya berteman dengan Al-lkhwan Al-Hashafiyyah di Damanhur dan saya senantiasa berada di tengah-tengah Masjid Taubah setiap malam…… (lalu dia katakan:) Hadir Sayyid Abdul Wahhab yang memberikan ijazah dalam thariqah Al-Hashafiyyah Asy-Syadziliyyah, serta saya telah menerima thariqah Al-Hashafiyyah Asy-Syadziliyah darinya dan dia memberitahukanku tempat-tempat dan aktivitas thariqahnya.))

Jabir Rezqi berkata dalam bukunya Hasan Al-Banna biaqlami Talamidzatihi wa Mu'ashirihi, halaman 8: ((Di Damanhur hubungan (Hasan Al-Banna) dengan Al-Hashafiyyah dan dia tertarik menerima thariqah itu, sehingga dia berpindah dari tingkatan pecinta kepada penglkut yang dibai'at, bahkan ikut serta mendirikan perkumpulan Shufiyyah Hashafiyyah, sebagaimana dia sebutkan dalam Mudzakkirat-nya halaman 28.

Dia katakan: Lalu di tengah-tengah perjalanan ini timbul ide bagi kami untuk membuat lembaga perkumpulan kebajikan yaitu Perkumpulan Al-Hashafiyyah Al Khairiyyah dan saya terpilih sebagai sekertaris di dalamnya….. Kemudian saya mengganti perjuangan Ini dengan Perkumpulan Ikhwanul Muslimin sesudah Itu.))

Saya katakan: Gembiralah jama'ah atau perkumpulan Ikhwanul Muslimin sebab pertaliannya dan intima'-nya kepada Shufiyyah dengan tenggelamnya sang pendiri ke dalam tasawuf, juga karena Ikhwanul Muslimin menggantikan perkumpulan Shufiyyah Hashafiyyah untuk menempati perannya dan menunaikan tujuannya!?? Allah....Allah....wahai generasi tauhid, janganlah engkau menyiakan akidah tauhidmu jangan pula engkau merusaknya! Bacalah Al-Quran dan lihat kandungannya yang berbicara tentang syirik dan kaum musyrikin dengan peringatan dan ancaman. Bacalah satu ayat:

"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (QS. Al-Jin: 18)

Demikian pula firman-Nya:

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Az-Zumar: 65)

Bacalah Sunnah dan sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah, agar kalian dapat melihat bagaimana Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru untuk membuang berhala baik berupa makhluk hidup ataupun benda mati sehingga mentauhidkan Raja Di Raja ‘Azza wa Jalla.

Lalu bacalah tentang Shufiyyah agar kalian dapat melihat ajarannya yang berisi kemusyrikan besar dan mempertuhankan syaikhnya, bahkan agar dapat kalian lihat ajakan yang nyata menuju wihdatul wujud dan meyakini ajaran ini. Ketahuilah bahwa syirik dan bid'ah adalah perkara yang menjadi tabiat pengikut tasawuf seluruhnya, tidak ada yang selamat darinya termasuk Hasan Al-Banna dan selainnya. Apabila engkau masih ragu tentang perbuatan syirik dan bid'ah yang mereka lakukan, maka bacalah kabar berikut. Namun jika kalian meragukan keabsahannya, maka bukalah buku-buku yang disebutkannya:

Jabir Rizqi menukil dari buku Hasan Al-Banna bi Aqlami Talamidzatihi wa Mu'ashirihi halaman 70-71 dari majalah Ad-Da'wah Februari 1951 M, kalimat 'Abdurrahman Al-Banna tentang saudaranya Hasan Al-Banna, di sana ia menyatakan: "Sesudah shalat Isya' saudaraku duduk menghadap orang-orang yang berdzikir dari kalangan Al-lkhwanul Hashafiyah, sementara hatinya diterangi dengan cahaya Allah ‘Azza wa Jalla. Sayapun duduk di sampingnya, kami berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla bersama orang-orang yang berdzikir, tidak ada di masjid itu kecuill orang yang berdzikir saja, suara-suara yang terdiam, serta sekedar cahaya pelita Malam menjadi hening kecuali bisikan doa atau kilatan cahaya, seluruh tempat itu diliputi dengan cahaya langit, diselimuti kemuliaan Rabb ‘Azza wa Jalla, meleleh seluruh jasmani, terbang arwah, lenyap segala sesuatu yang ada dalam wujud, hilang dan terlepas sebab suara seruan yang sangat manis dan mendendang:

'Allah', Katakanlah!
Tinggalkanlah semua yang wujud
kalau engkau hendak menggapai kesempurnaanku
Semua yang selain Allah kalau engkau teliti
Tidak ada dalam rincian maupun global


Saya katakan: Kedua bait ini menyiramkan faham wihdatul wujud disertai dengan bid'ah-bid'ah dzikir shufi, sebelumnya juga ucapan saudaranya "lenyap segala sesuatu yang ada dalam wujud... hilang", ini adalah kalimat para penganut wihdatul wujud.

Dia juga menukilkan dari sumberyang telah disebutkan, halaman 70-71 dari Abdurrahman Al-Banna, ucapannya: Hal tersebut bahwa tatkala terbit hilal Rabi'ul Awwal, saat itu kami sedang berjalan dalam arak-arakan sore setiap malam hingga malam kedua belas, kami melantunkan qasidah puji-pujian untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara qasidahnya yang masyhur dalam acara yang berberkah ini(?):

Ilah telah bershalawat kepada Nur yang telah tampak
bagi semesta, lalu dia melebihi matahari dan rembulan


Bait berikut ini didengung-dengungkan oleh sekelompok orang, saudaraku melantunkannya dan saya ikut melantunkan bersamanya:

Inilah kekasih telah hadir bersama para tercinta
Dia memaafkan bagi semuanya akan apa yang telah lalu
Dia telah menggilirkan khamarnya untuk para perindu
Sebagai pemberian, hampir-hampir cahayanya menghilangkan pandangan
Hal kebahagiaan ulangkanlah untuk kami penyebutan Sang kekasih
Engkau telah mencerai-beraikan pendengaran kami wahai penghibur kesusahan
Dan tidaklah kafilah pembela teracung pedangnya
Melainkan tidak diragukan bahwa kekasih kaum telah hadir

(Melalui kitab Da'wah Al-lkhwan fi Mizanil Islam, halaman 62-63)

Saya katakan: Dalam bait-bait ini serta bait-bait sebelumnya ada beberapa bid'ah:
[1] Bid'ahnya perayaan Maulid
[2] Bid'ahnya melantunkan pujian dengan suara berjama'ah.
[3] Sangkaan bathil kaum Shufi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri perayaan-perayaan mereka yang bid'ah, ini adalah kedustaan terhadap Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah ’Azza wa Jalla, membalas siapa yang membuat cerita palsu itu dan yang membenarkannya dengan sesuatu yang pantas baginya.

Di situ juga ada bencana dan musibah maha dahsyat yaitu menyandarkan hak pengampunan dosa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam qasidahnya "Dia memaafkan semua yang telah lalu". Ini adalah syirik akbar yang menyebabkan kekal dalam neraka, Allah ’Azza wa Jalla berfirman:

"Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?" (QS. Ali Imran; 138)

Dalam hadits qudsi dinyatakan: "Hamba-Ku mengetahui kalau dirinya mempunyai Rabb yang mengampunkan dosa dan menyiksa sebabnya". Al-Banna mati terbunuh secara tertipu pada tahun 1949 M,

79) Qafilah Al-Ikhwan Al-Muslimun I/192

80) Nazharat fi Risalatit Ta'lim, karya Muhammad Abdullah Al-Khatib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, halaman 80.

81) Riwayat pertama oleh Muslim pada kitab Salam, bab Haramnya Perdukunan dan Mendatangi Dukun. Riwayat kedua dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad 11/429. Hadits ini rijalnya semua tsiqah mempunyal periwayatan dalam Shahihain dikeluarkan oleh Al-Bukhari V/53 dan Muslim pada kitab Iman nomor 4.

82) Dikeluarkan oleh Imam Muslim IV/2289 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Dalam riwayat lain oleh Ibnu Majah (4255): "Maka Saya berlepas Diri, serta amalan itu untuk sekutunya", sanadnya hasan, Al-Mundziri berkata dalam At-Targhib I/69. "Seluruh para perawinya tsiqah", dishahihkan oleh Al-Bushairi dalam Az-Zawaid III/295 dan Al-Iraqi dalam Takhrijul Ihya’ III/294 (Syaikh Muhammad bin Hadi)

83) Dikeluarkan oleh Muslim pada kitab Iman, nomor 9

84) Dikeluarkan oleh Muslim, bab Iman yang Memasukkan ke Surga, nomor hadits 13

85) Dikeluarkan oleh Muslim, bab Rukun Islam dan Tiang Terbesarnya, nomor hadits 16


[Dari : Al Mauridu Al'Adzbi Az-Zalaal Fiima Untuqida 'Alaa Ba'dli Al-Manahij Ad-Da'awiyah Min Al-'Aqaaid wa Al-A'mal; Penulis: Syaikh Al-Allamah Ahmad bin Yahya bin Muhammad An-Najmi hafizhahullah; Resensi dan Pujian: Shahibul Fadhilah Asy-Syaikh Al-'Allamah Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah - Fadhilatusy Syaikh Rabi' bin Hadi Umair Al-Madkhali hafizhahullah; Edisi Indonesia: Mengenal Tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin; Halaman: 188-205; Penerjemah: Muhammad Fuad Qawam, Lc.; Cetakan Pertama: Sya'ban 1426 H/ September 2005M; Penerbit: Cahaya Tauhid Press, Malang]

0 komentar: